tag:blogger.com,1999:blog-64392863179808869932024-03-05T20:37:13.196+07:00Dialog Sunni SyiahKajian Dialog Antar Mazhab Sunni Syiahduldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comBlogger18125tag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-38221815505325324062012-09-15T01:05:00.000+07:002012-09-15T01:05:56.886+07:00Pernyataan Resmi Dewan Pengurus Pusat Ahlulbait Indonesia Terkait Tragedi Sampang<b>Pernyataan Resmi Dewan Pengurus Pusat Ahlulbait Indonesia Terkait Tragedi Sampang</b><br />
<br />
Dalam suasana kegembiraan Bangsa Indonesia yang baru saja memperingati HUT Proklamasi kemerdekaannya yang ke-67, dan terkhusus bagi umat Islam yang baru saja menyempurnakan ibadah bulan Ramadhan dan merayakan Idul Fitri 1433 H<br />
Bangsa besar dan berbudaya tinggi ini tiba-tiba dikejutkan oleh penyerangan terhadap warga penganut Islam Ahlulbait (pecinta Rasulullah saw dan keluarganya) di Omben-Sampang, Madura yang kedua kalinya. <br />
<br />
Peristiwa ini dapat disebut sebagai suatu tragedi nasional di tengah-tengah keseriusan segenap komponen bangsa dalam menata kembali sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang adil dan damai.<br />
<br />
Tragedi Sampang II, 26 Agustus 2012 yang hingga saat ini telah menelan korban jiwa (1 orang meninggal dunia), 7 orang luka berat, dan kerugian harta benda (kurang lebih 50 rumah hangus terbakar) serta ratusan pengungsi tersebut menunjukkan adanya kelalaian dalam menjaga proses pemulihan dampak-dampak dari tragedi Sampang yang pertama Desember 2011 lalu. Selain itu kejadian ini juga merupakan tindakan yang tidak menghormati proses hukum atas peristiwa Sampang I yang kini sedang berlangsung.<br />
<br />
Tragedi Sampang I telah meninggal luka yang besar dimana korban pembakaran Ustadz Tajuk Muluk kini sedang menjalani hukuman penjara sesuai vonis 2 tahun penjara Hakim Pengadilan Negeri Sampang, sementara hanya 1 orang pelaku pembakaran pada peristiwa tersebut yang itupun hanya divonis 3 bulan penjara dan kini telah bebas. Ini menunjukkan bahwa upaya penyelesaian kasus tindak kekerasan tersebut tidak maksimal dan belum memenuhi prinsip-prinsip keadilan dan Hak Azasi Manusia.<br />
<br />
Tragedi tersebut dapat menjadi hambatan yang sangat serius bagi upaya keras bangsa ini dalam mewujudkan supremasi hukum dan perlindungan hak-hak sipil bagi setiap warga negara. Oleh sebab itu Dewan Pengurus Pusat Ahlulbait Indonesia, menyatakan:<br />
<br />
1. Belasungkawa kepada segenap korban tindak kekerasan tersebut dan mendoakan agar diberikan ketabahan dan kesabaran menghadapi cobaan ini.<br />
<br />
2. Sangat menyesalkan dan mengecam terjadinya penyerangan terhadap Muslim Ahlulbait (pencinta Rasulllah dan keluarganya) di Sampang, dan mengutuk keras pelaku-pelakunya karena memicu berulangnya konflik horizontal yang dapat mengancam integritas bangsa dan keutuhan NKRI.<br />
<br />
3. Penyelesaian kasus Sampang ini tidak akan selesai sebelum aparat kepolisian dapat menangkap pelaku-pelaku serta aktor-aktor intelektual di balik peristiwa tersebut. Oleh sebab itu, DPP Ahlulbait Indonesia mendesak aparat kepolisian untuk segera menangkap dan menghukum pelaku-pelaku penyerangan dan aktor-aktor intelektual di balik peristiwa tersebut.<br />
<br />
4. Mendesak pemerintah daerah setempat untuk memberikan perlindungan, jaminan rasa aman kepada warga, dan memberikan kompensasi kepada korban kekerasan tersebut.<br />
5. Menghimbau pemerintah untuk menuntaskan proses penyelesaian kasus-kasus kekerasan atas nama agama serta perlindungan yang serius terhadap seluruh penganut agama yang dijamin Pancasila dan konstitusi negara (UUD 1945).<br />
<br />
6. Mengingat masyarakat Ahlulbait sebagai masyarakat terpimpin maka diinstruksikan kepada masyarakat Ahlulbait (pencinta Rasulullah saw dan keluarganya) Indonesia untuk tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan maupun tindakan yang dapat memperkeruh hubungan antar warga dan penganut keyakinan beragama di Indonesia yang justru dapat menyenangkan dan menguntungkan musuh-musuh kemanusiaan.<br />
<br />
7. Mengingat bahwa menjaga keutuhan NKRI merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, maka DPP Ahlulbait Indonesia meminta seluruh masyarakat Indonesia untuk selalu waspada dan berhati-hati terhadap provokasi dan adu domba antara pemeluk-pemeluk agama dan penganut keyakinan yang dilakukan oleh kelompok takfiri (orang-orang yang dengan mudah menyesatkan dan mengkafirkan masyarakat lain di luar kelompoknya).<br />
<br />
Semoga Allah SWT mengokohkan ukhuwah Islamiyah, dan senantiasa melindungi bangsa ini dari fitnah yang dibawa oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab serta menghendaki kerusakan masa depan bangsa Indonesia.<br />
<br />
Jakarta, 27 Agustus 2012 M<br />
09 Syawal 1433 H<br />
<b>DEWAN PENGURUS PUSATAHLULBAIT INDONESIA</b><br />
<i>KETUA UMUM:</i> KH. HABIB HASSAN ALAYDRUS. Lc. M.Ag<br />
<i>SEKRETARIS JENDERAL: </i> AHMAD HIDAYAT. M.Agduldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-12716944827915944682012-03-30T13:39:00.001+07:002013-01-25T21:51:33.432+07:00Pemasok Senjata Saudia Arabia Adalah Perancis<p><img alt="Pemasok Senjata Saudia Arabia Adalah Perancis" style="float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em" border="0" height="114" width="187" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2pnZmt-8AOF4p9BBjHcKXTOBpw8IorgynfM4aPvfD9eHWxZ2ogP86IaQhpTgtx0BqsK9imUT4A13cuCOArcLuEWBXY5GihxWFX5EpU8871hL0hf8P0UR5l3IkXnXJxivj1OcwA3QsDAlR/s1600/Pemasok+Senjata+Saudia+Arabia+Adalah+Perancis.jpg" />Menukil berita dari Kantor Berita IRNA, bahwa saat ini Uni Eropa adalah pemasok senjata utama ke Arab Saudi, sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Komisi Eropa yang dimuat dalam Majalah Mingguan Der Spiegel, Senin, 18/03/12.<br />
<br />
Dalam laporan tersebut ditulis, sedikitnya Arab Saudi telah mengeluarkan uang 3,3 miliar euro untuk mendapatkan teknologi tinggi perangkat keras militer dari Uni Eropa sejak tahun 2010.<br />
<br />
Pemasok senjata terbesar dari negara-negara Uni Eropa untuk kerajaan Saudi Arabia adalah Perancis dengan nilai total lebih dari 2.168 miliar euro, diikuti oleh Italia dengan total 435.3 miliar euro, kemudian Inggris dengan total 328.8 miliar euro dan terakhir adalah Jerman dengan 152.5miliar euro.<br />
<br />
Dan Amerika Serikat juga menjadikan Arab Saudi sebagai ladang dollar untuk menhidupkan ekonominya dan menjual 84 jet tempur F-15 dengan total 29.4 milliar dollar. Selain jet tempur F-15 Arab Saudi juga membeli helikopter, rudal, bom, radar sistem peringatan dan kacamata untuk misi militer malam hari dengan nilai total keseluruhan hampir 60 miliar dolar.<br />
<br />
Penjualan senjata Uni Eropa ke kerajaan despotik kaya minyak tersebut mencakup 36 peluncur granat dari Finlandia, 270 Leopard-2 buatan Jerman, dan beberapa jet tempur buatan Inggris.<br />
<br />
Sementara itu, negara anggota UE Swedia diam-diam memainkan peran utama dalam membangun pabrik rudal di Arab Saudi, di samping menjual lebih dari 330 juta euro teknologi senjata ke Riyadh tahun lalu.<br />
<br />
Menanggapi pembangunan rudal Swedia di Arab Saudi, salah satu anggota gerakan perdamaian Swedia Rolf Lindahl mengatakan cukup mengerikan, "Kami melegitimasi salah satu rezim paling brutal di dunia ini dengan membuat kesepakatan senjata".<br />
<br />
Organisasi perdamian Eropa, gereja dan organisasi serikat buruh berulang kali menyuarakan kemarahannya atas deal penjualan senjata Swedia ke rezim despotik Saudi Arabia.<br />
<br />
Mereka menyatakan kekhawatirannya bahwa senjata-senjata ini dapat digunakan rezim Saudi untuk menghancurkan negara-negara tetangga hanya karena perbedaan pendapat seperti yang terjadi di Bahrain dan dalam negeri sendiri. Riyadh memainkan perannan penting dalam aksi brutalitas dan pemberangusan demonstrasi damai rakyat Bahrain yang dimulai sejak Maret 2011.<br />
<br />
Senjata dari Jerman juga dikerahkan secara besar-besaran di Timur Tengah dan Afrika Utara untuk menindak pemprotes damai, menurut sebuah laporan dari aktivis pengawas HAM, Amnesty International (AI) yang berbasis di London.<br />
<br />
Ekspor senjata Jerman ini termasuk senapan kecil, amunisi dan kendaraan militer yang digunakan oleh Saudi untuk melumat demonstran. [Liputan dari situs <a href="http://www.infokeren.net/">Info Keren | Situs Informasi Berita Terbaru</a>/redaksi/IslamTimes]duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-41313010159627506252012-02-13T21:01:00.000+07:002012-02-13T21:01:57.439+07:00Apakah Ali dan Zubair Mengakui Abu Bakar Berhak Menjadi Khalifah?<div style="text-align: justify;"><b>Apakah Ali dan Zubair Mengakui Abu Bakar Berhak Menjadi Khalifah?</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ada riwayat yang sering dinukil oleh para nashibi untuk membuktikan klaim mereka bahwa Imam Ali mengakui Abu Bakar berhak sebagai khalifah. Riwayat tersebut dinukil oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya Al Bidayah Wan Nihayah dimana ia sendiri menukil dari Musa bin Uqbah dalam kitab Maghazi-nya. Kami akan meneliti riwayat tersebut dan membuktikan bahwa riwayat tersebut tidaklah tsabit.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;"><b>وقال موسى بن عقبة في مغازيه عن سعد بن إبراهيم حدثني أبي أن أباه عبد الرحمن بن عوف كان مع عمر وأن محمد بن مسلمة كسر سيف الزبير ثم خطب أبو بكر واعتذر إلى الناس وقال والله ما كنت حريصا على الإمارة يوما ولا ليلة ولا سألتها الله في سر ولا علانية فقبل المهاجرون مقالته وقال علي والزبير ما غضبنا إلا لأننا أخرنا عن المشورة وإنا نرى أبا بكر أحق الناس بها بعد رسول الله صلى الله عليه وسلم إنه لصاحب الغار وإنا لنعرف شرفه وخيره ولقد أمره رسول الله صلى الله عليه وسلم بالصلاة بالناس وهو حي</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan berkata Musa bin Uqbah dalam Maghazi-nya dari Sa’d bin Ibrahiim yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku bahwa ayahnya Abdurrahman bin ‘Auf bersama Umar, dan bahwa Muhammad bin Maslamah mematahkan pedang Zubair kemudian Abu Bakar berkhutbah, memohon maaf kepada orang orang dan berkata “demi Allah sesungguhnya aku tidak pernah berambisi atas kepemimpinan ini baik siang maupun malam, dan aku tidak pernah meminta hal tersebut kepada Allah baik sembunyi maupun terang terangan”. Maka kaum Muhajirin menerima perkataannya. Ali dan Zubair berkata “kami tidak marah kecuali karena kami tidak diikutkan dalam musyawarah ini dan kami berpandangan bahwa Abu Bakar adalah orang yang paling berhak atasnya sepeninggal Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Dialah orang yang menemani Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] di dalam gua, kami telah mengenal kemuliaan dan kebaikannya. Dialah yang diperintahkan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] memimpin shalat manusia ketika Beliau masih hidup [Al Bidayah Wan Nihayah Ibnu Katsir 9/471]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Riwayat ini [jika memang tsabit dari Musa bin Uqbah] diriwayatkan oleh para perawi tsiqat tetapi mengandung illat [cacat]. Riwayat ini sanadnya berhenti pada Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf dimana ia menceritakan kisah pembaiatan kepada Abu Bakar bahwa ayahnya ikut bersama rombongan Umar bin Khaththab yang mematahkan pedang Zubair kemudian ia juga menceritakan khutbah Abu Bakar dan pengakuan Ali dan Zubair bahwa Abu Bakar berhak atas khilafah. Peristiwa itu terjadi pada tahun 11 H yaitu saat Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf wafat pada tahun 96 H [Al Kasyf no 165]. Jadi ada jeda sekitar 85 tahun antara peristiwa tersebut dan wafatnya Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin Auf. Diperselisihkan kapan ia lahir. Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat menyatakan ia wafat di madinah tahun 96 H dalam usia 75 tahun [Ats Tsiqat juz 4 no 1594]. Menurut keterangan Ibnu Hibban maka ia lahir sekitar tahun 21 H dan itu berarti sangat jelas riwayat tersebut inqitha’ [sanadnya terputus].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ibnu Hajar menyebutkan kalau ia sebenarnya lahir pada masa Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. [At Tahdzib juz 1 no 248]. Pernyataan ini patut diberikan catatan. Ibu dari Ibrahim bin ‘Abdurrahman adalah Ummu Kultsum binti Uqbah dan ayahnya adalah ‘Abdurrahman bin Auf. Ummu Kultsum binti Uqbah awalnya menikah dengan Zaid bin Haritsah kemudian ketika Zaid terbunuh [pada perang mu’tah tahun 8 H] ia menikah dengan Zubair sehingga melahirkan Zainab kemudian bercerai dan baru menikah dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auf. [Al Ishabah 8/291 no 12227 biografi Ummu Kultsum]. Jika ia menikah dengan Zubair pada tahun 8 H maka mungkin ia melahirkan Zainab pada tahun 9 H. Itu berarti Ummu Kultsum menikah dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auf pada tahun 9 H. Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat pada tahun 11 H. Seandainya dikatakan Ibrahim bin ‘Abdurrahman lahir dimasa hidup Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] maka ia lahir pada tahun 10 H atau 11 H.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jadi saat peristiwa tersebut terjadi yaitu Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] wafat, Abu Bakar dibaiat kemudian berkhutbah, Ali dan Zubair mengakui khalifah Abu Bakar, Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf berusia lebih kurang satu tahun maka riwayat ini sanadnya inqitha’ [terputus]. Ibrahim tidak menyaksikan peristiwa tersebut dan ia meriwayatkannya melalui perantara yang tidak ia sebutkan. Kesimpulannya riwayat Musa bin Uqbah itu dhaif karena sanadnya terputus.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain itu terdapat illat [cacat] lain dari riwayat Musa bin Uqbah tersebut, sanadnya tidaklah tsabit sampai Musa bin Uqbah. Riwayat ini disebutkan dalam kitab Al Ahadits Al Muntakhab Min Maghazi Musa bin Uqbah Ibnu Qaadhiy Asy Syuhbah hal 94 no 19. Berikut ringkasan sanad penulis kitab ini sampai Musa bin Uqbah</div><div style="text-align: justify;">قنا أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَحْمَدَ بْنِ عَتَّابٍ الْعَبْدِيُّ ، ثنا أَبُو مُحَمَّدٍ الْقَاسِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُغِيرَةِ ، ثنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي أُوَيْسٍ ، ثنا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عُقْبَةَ ، عَنْ عَمِّهِ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ ، صَاحِبِ الْمَغَازِي</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin ‘Abdullah bin Ahmad bin ‘Attaab Al ‘Abdiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad Al Qaasim bin ‘Abdullah bin Mughiirah yang berkata telah menceritakan kepada kami Ismail bin Abi Uwais yang berkata telah menceritakan kepada kami Ismaiil bin Ibrahim bin Uqbah dari pamannya Musa bin Uqbah penulis Maghaaziy.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sanad ini dhaif karena Ismail bin Abi Uwais. Ia adalah perawi Bukhari Muslim yang dikenal dhaif. Ahmad bin Hanbal berkata “tidak ada masalah padanya” [Akwal Ahmad no 166]. Nasa’i berkata “dhaif” [Adh Dhu’afa An Nasa’i no 42]. Daruquthni menyatakan ia dhaif [Akwal Daruquthni fii Rijal no 544]. Abu Hatim berkata “tempat kejujuran dan ia pelupa” [Al Jarh Wat Ta’dil 2/180 no 613]. Terdapat perselisihan soal pendapat Ibnu Ma’in</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ad Darimi meriwayatkan dari Ibnu Ma’in bahwa tidak ada masalah padanya [Al Kamil Ibnu Adiy 1/323].</div><div style="text-align: justify;">Ibnu Abi Khaitsamah meriwayatkan dari Ibnu Ma’in bahwa ia shaduq tetapi lemah akalnya [Al Jarh Wat Ta’dil 2/180 no 613].</div><div style="text-align: justify;">Muawiyah bin Shalih meriwayatkan dari Ibnu Ma’in bahwa Ismail bin Abi Uwais dhaif [Adh Dhu’afa Al Uqaili 1/87 no 100]</div><div style="text-align: justify;">Ibnu Junaid meriwayatkan dari Ibnu Ma’in bahwa Ismail bin Abi Uwais kacau [hafalannya], berdusta dan tidak ada apa apanya [Su’alat Ibnu Junaid no 162]</div><div style="text-align: justify;">Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Qaasim meriwayatkan dari Ibnu Ma’in bahwa ia dhaif, orang yang paling dhaif, tidak halal seorang muslim meriwayatkan darinya [Ma’rifat Ar Rijal Yahya bin Ma’in no 121]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pendapat yang rajih, Ibnu Ma’in pada awalnya menganggap ia tidak ada masalah tetapi selanjutnya terbukti bahwa ia lemah akalnya, kacau hafalannya dan berdusta maka Ibnu Ma’in menyatakan ia dhaif dan tidak boleh meriwayatkan darinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ibnu Adiy berkata “ini hadis mungkar dari Malik, tidak dikenal kecuali dari hadis Ibnu Abi Uwais, Ibnu Abi Uwais ini meriwayatkan dari Malik hadis-hadis yang ia tidak memiliki mutaba’ah atasnya dan dari Sulaiman bin Bilal dari selain mereka berdua dari syaikh syaikh-nya [Al Kamil Ibnu Adiy 1/324]. Ibnu Jauzi memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [Adh Dhu’afa Ibnu Jauzi no 395]. Ibnu Hazm berkata “dhaif” [Al Muhalla 8/7]. Salamah bin Syabib berkata aku mendengar Ismail bin Abi Uwais mengatakan mungkin aku membuat-buat hadis untuk penduduk Madinah jika terjadi perselisihan tentang sesuatu diantara mereka [Su’alat Abu Bakar Al Barqaniy hal 46-47 no 9]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ibnu Hajar dalam At Taqrib berkata “shaduq tetapi sering salah dalam hadis dari hafalannya” kemudian dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib bahwa ia seorang yang dhaif tetapi dapat dijadikan I’tibar [Tahrir At Taqrib no 460]. Ibnu Hajar dalam Al Fath menyatakan bahwa ia tidak bisa dijadikan hujjah hadisnya kecuali yang terdapat dalam kitab shahih karena celaan dari Nasa’i dan yang lainnya [Muqaddimah Fath Al Bari hal 391].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Riwayat ini juga diriwayatkan dengan sanad lain hingga Musa bin Uqbah sebagaimana disebutkan oleh Al Hakim dalam Mustadrak Ash Shahihain juz 3 no 4422 dan Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 8/152 no 16364 dan Al I’tiqaad hal 350. Riwayat Baihaqi berasal dari gurunya Al Hakim jadi sanadnya kembali kepada Al Hakim, berikut sanad riwayat tersebut dalam kitab Al Mustadrak Al Hakim:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;"><b>حدثنا محمد بن صالح بن هانئ ثنا الفضل بن محمد البيهقي ثنا إبراهيم بن المنذر الحزامي ثنا محمد بن فليح عن موسى بن عقبة عن سعد بن إبراهيم قال حدثني إبراهيم بن عبد الرحمن بن عوف</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Shalih bin Haani’ yang berkata telah menceritakan kepada kami Al Fadhl bin Muhammad Al Baihaqiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Mundzir Al Hizaamiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fulaih dari Musa bin Uqbah dari Sa’d bin Ibrahiim yang berkata telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf [Mustadrak Ash Shahihain juz 3 no 4422]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sanad ini mengandung illat [cacat] yaitu dua orang perawinya diperbincangkan yaitu Fadhl bin Muhammad Al Baihaqiy dan Muhammad bin Fulaih bin Sulaiman</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Fadhl bin Muhammad Al Baihaqiy, Ibnu Abi Hatim berkata “ia dibicarakan” [Al Jarh Wat Ta’dil 7/396 no 393]. Al Hakim menyatakan ia tsiqat. Abu Ali Al Hafizh mendustakannya. Abu ‘Abdullah Al Akhram berkata shaduq hanya saja berlebihan dalam bertasyayyu’ [Lisan Al Mizan juz 4 no 1368]. Adz Dzahabi memasukkannya dalam Mughni Adh Dhu’afa 2/513 no 4939].</div><div style="text-align: justify;">Muhammad bin Fulaih bin Sulaiman, Ibnu Main menyatakan ia tidak tsiqat. Abu Hatim berkata “tidak mengapa dengannya tidak kuat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Daruquthni berkata “tsiqat” [At Tahdzib juz 9 no 661]. Al Uqaili memasukkannya dalam Adh Dhu’afa dan berkata “tidak diikuti hadisnya” [Adh Dhu’afa Al Uqaili 4/124 no 1682]. Ibnu Jauzi memasukkannya dalam Adh Dhu’afa [Adh Dhu’afa Ibnu Jauzi no 3159]. Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq sering salah dan dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib bahwa Muhammad bin Fulaih dhaif tetapi bisa dijadikan i’tibar [Tahrir At Taqrib no 6228]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Riwayat Muhammad bin Fulaih dari Musa bin Uqbah juga disebutkan oleh Abdullah bin Ahmad tetapi dengan matan yang tidak memuat khutbah Abu Bakar dan perkataan Ali dan Zubair.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;"><b>حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ بْنِ مُحَمَّدٍ الْمَخْزُومِيُّ الْمُسَيَّبِيُّ نا مُحَمَّدُ بْنُ فُلَيْحِ بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ وَغَضِبَ رِجَالٌ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ فِي بَيْعَةِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، مِنْهُمْ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ وَالزُّبَيْرُ بْنُ الْعَوَّامِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، فَدَخَلا بَيْتَ فَاطِمَةَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهُمَا السِّلاحُ فَجَاءَهُمَا عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِي عِصَابَةٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ فِيهِمْ أُسَيْدُ وَسَلَمَةُ بْنُ سَلامَةَ بْنِ وَقْشٍ وَهُمَا مِنْ بَنِي عَبْدِ الأَشْهَلِ وَيُقَالُ فِيهِمْ ثَابِتُ بْنُ قَيْسِ بْنِ الشَّمَّاسِ أَخُو بَنِي الْحَارِثِ بْنِ الْخَزْرَجِ فَأَخَذَ أَحَدُهُمْ سَيْفَ الزُّبَيْرِ فَضَرَبَ بِهِ الْحَجَرَ حَتَّى كَسَرَهُ قَالَ مُوسَى بْنُ عُقْبَةَ : قَالَ سَعْدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ : حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ كَانَ مَعَ عُمَرَ يَوْمَئِذٍ وَأَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ مَسْلَمَةَ كَسَرَ سَيْفَ الزُّبَيْرِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ishaq bin Muhammad Al Makhzuumiy Al Musayyabiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fulaih bin Sulaiman dari Musa bin Uqbah dari Ibnu Syihaab yang berkata sekelompok orang dari Muhajirin marah atas dibaiatnya Abu Bakar, diantara mereka ada Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin ‘Awwaam radiallahu ‘anhuma, maka masuklah mereka ke rumah Fathimah binti Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan bersama mereka ada senjata. Umar datang kepada mereka dengan sekelompok kaum muslimin diantaranya Usaid dan Salamah bin Salamah bin Waqsy keduanya dari bani ‘Abdul Asyhal, dikatakan juga diantara mereka ada Tsaabit bin Qais bin Asy Syammaas saudara bani Haarits bin Khazraaj. Maka salah satu dari mereka mengambil pedang Zubair dan memukulkannya ke batu hingga patah. Musa bin Uqbah berkata Sa’d bin Ibrahim berkata telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf bahwa Abdurrahman bersama Umar pada hari itu dan Muhammad bin Maslamah yang mematahkan pedang Zubair, wallahu a’lam [As Sunnah Abdullah bin Ahmad 2/553-554 no 1291]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Muhammad bin Ishaq bin Muhammad Al Makhzuumiy adalah seorang tsiqat. Shalih bin Muhammad berkata aku mendengar Mushab bin Zubair berkata “tidak ada diantara orang quraisy yang lebih utama dari Al Musayyabiy” dan Shalih berkata “ia tsiqat”. Ibnu Qaani’ dan Ibrahin bin Ishaq Ash Shawwaaf menyatakan tsiqat. [At Tahdzib juz 9 no 49]. Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At Taqrib 2/54]. Adz Dzahabiy berkata “tsiqat faqih shalih” [Al Kasyf no 4716]. Maka ada dua riwayat</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Riwayat Abdullah bin Ahmad dari Muhammad bin Ishaq Al Makhzuumiy dari Muhammad bin Fulaih [lebih tsabit]</div><div style="text-align: justify;">Riwayat Fadhl bin Muhammad Al Baihaqiy dari Ibrahim bin Mundzir dari Muhammad bin Fulaih.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Riwayat Abdullah bin Ahmad lebih tsabit dari riwayat Fadhl bin Muhammad. Hal ini karena Fadhl bin Muhammad seorang yang diperbincangkan dan matan riwayat Muhammad bin Fulaih yang ia sebutkan soal khutbah Abu Bakar adalah matan riwayat Ismail bin Abi Uwais dari Ismail bin Ibrahim dari Musa bin Uqbah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Fadhl bin Muhammad memang dikenal meriwayatkan dari Ismail bin Abi Uwais sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim [Al Jarh Wat Ta’dil 7/69 no 393]. Jadi nampak disini Fadhl bin Muhammad mencampuradukkan riwayat Muhammad bin Fulaih dengan riwayat Ismail bin Abi Uwais. Riwayat Muhammad bin Fulaih yang tsabit berasal darinya adalah:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: right;"><b>أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ كَانَ مَعَ عُمَرَ يَوْمَئِذٍ وَأَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ مَسْلَمَةَ كَسَرَ سَيْفَ الزُّبَيْرِ</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bahwa ‘Abdurrahman bersama Umar pada hari itu dan Muhammad bin Maslamah mematahkan pedang Zubair.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sedangkan matan yang menyebutkan khutbah Abu Bakar dan pengakuan Ali dan Zubair bahwa Abu Bakar lebih berhak sebagai khalifah adalah matan riwayat Ismail bin Abi Uwais dari Ismail bin Ibrahim dari Musa bin Uqbah. Kesimpulannya riwayat Musa bin Uqbah yang menyebutkan soal pengakuan Ali dan Zubair kedudukannya dhaif dan tidak tsabit sampai ke Musa bin Uqbah karena diriwayatkan oleh Ismail bin Abi Uwais seorang yang dhaif.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tulisan lain: <a href="http://dialogsunni-syiah.blogspot.com/2011/10/imam-ali-as-teladan-untuk-semua.html">Imam Ali as Teladan Untuk Semua</a> </div><div style="text-align: justify;">Data: <a href="http://dialogsunni-syiah.blogspot.com/">Dialog Sunni Syiah</a></div>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-32395376977001412292011-10-08T12:22:00.000+07:002013-01-25T21:54:28.623+07:00Imam Ali as Teladan Untuk Semua<p><img style="float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; border="0" height="121" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyHnU942SF6sAkloHtUSvqKLYC5OZAbvzxdFE0b9OyensM3yNclTTNkDCzgcPbwmH61May1LkXZhyDI_lBbnuHh770smqTHZw_cZL7t5R_cJ9Q4oSrOy0NYk92CeLUCxnNcS1HgbhFlPnc/s200/imam+ali+sejarah.jpg" width="200" />Subuh tanggal 19 Ramadhan hati Imam Ali as bergetar petanda akan terjadi sebuah peristiwa besar. Berkali-kali beliau keluar dari kamarnya dan menatap langit sembari menitikkan air mata. Kepada dirinya Imam Ali berkata, "Malam ini adalah malam yang telah dijanjikan." Beliau kemudian mengingat ucapan Rasulullah yang disampaikan kepadanya di bulan Ramadhan.<br />
<br />Rasulullah Saaw berkata, "Akan terjadi peristiwa getir yang menimpamu di bulan ini. Aku melihatmu tengah melaksanakan shalat ketika seorang paling celaka di muka bumi menghantam kepalamu dengan pedang sehingga jenggotmu bersimbah darah yang bercucuran dari kepalamu." (‘Uyun Akhbar ar-Ridha, jilid 1, hal 297)<br />
<br />
Subuh hari itu tengkuk kepala Imam Ali terbelah setelah disabet pedang yang telah dilumuri racun milik Abdurrahman bin Muljam di mihrab masjid Kufah. Darah membasahi seluruh wajah Imam Ali as, namun terdengar dari lisannya beliau berkata, "Demi Allah pemilik Ka'bah! Aku Beruntung." Tiga hari kemudian pada Subuh tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijrah, Imam Ali as meninggalkan dunia yang fana menemui penciptanya.<br />
<br />
Sejak waktu itu anak-anak yatim menjadi sedih, tidak mendengarkan langkah-langkah Imam Ali as menuju mereka. Anak-anak yatim harus meyakinkan dirinya bahwa tidak ada orang lagi yang dapat diajak bermain. Karena selama ini mereka dengan gembira bermain menaiki punggung Imam Ali as. Sementara orang-orang miskin baru mengetahui bahwa orang asing yang setiap malam membawakan roti dan korma kepada mereka telah tiada. Kebun korma yang biasanya didatangi Imam Ali di malam-malam untuk bermunajat sudah tidak dapat mendengar lagi lirihnya munajat beliau. Semua merasa kehilangan.<br />
<br />
Pengaruh wujud sebagian tokoh besar terkadang berlanjut hingga beberapa waktu. Tapi sangat jarang ada tokoh dalam sejarah yang berpengaruh untuk segala masa. Berlalunya waktu tidak dapat menghilangkan mereka dari ingatan. Salah satunya adalah Imam Ali as. Beliau untuk semua. GibranKhalil Gibran, penulis Lebanon yang meskipun memeluk Kristen, tapi ia begitu terpikat dengan pribadi Imam Ali as. Sekaitan dengan Imam Ali as, ia menulis, "Saya tidak habis pikir bagaimana ada orang yang mendahului masanya. Menurut keyakinan saya, Ali bin Abi Thalib bukan hanya untuk masanya. Ia pribadi yang senantiasa berada di sisi jiwa yang menguasai wujud."<br />
<br />
Potensi wujud dan fitrahnya yang sudi membuat Imam Ali as istimewa di setiap dimensi kemanusiaannya. Beliau berada di atas semua masa dan generasi. Ali bin Abu Thalib dibesarkan oleh pribadi besar seperti Rasulullah Saw yang membuatnya sampai pada keadilan dan ketakwaan yang tinggi. Allamah Syahid Murtadha Muthahhari dalam bukunya "Daya Tolak dan Tarik Imam Ali as" menulis:<br />
<br />
"Imam Ali as benar-benar wujud yang adil dan seimbang. Ia mampu mengumpulkan seluruh kesempurnaan manusia. Ia memiliki pemikiran yang dalam dan afeksi yang lembut. Di siang hari mata manusia menyaksikan pengorbanan yang dilakukannya dan telinga mereka mendengarkan nasihat-nasihat penuh hikmahnya. Sementara di malam hari bintang-bintang menyaksikan air matanya yang menetes saat beribadah dan langit mendengarkan munajat penuh cintanya. Imam Ali as adalah seorang bijak dan arif. Ia pemimpin sosial, sekaligus tentara, buruh, orator dan penulis. Pada intinya, Imam Ali as adalah seorang manusia sempurna dengan segala keindahannya."<br />
<br />
Apa sebenarnya yang menyebabkan pribadi Imam Ali as masih menarik perhatian hati manusia setelah berlalu berabad-abad dan akal senantiasa memujinya? Rahasia keabadian Imam Ali as terletak pada hubungannya yang terus menerus dengan Allah. Hubungan ini yang membuatnya melewati ruang dan waktu. Setiap hati manusia pasti mencintainya. Karena beliau punya hubungan sangat dalam dengan kebenaran. Dari sini, setiap fitrah yang masih suci dan sehat serta punya kecenderungan meraih hakikat, sudah barang tentu akan memuji Imam Ali as dan mencintainya.<br />
<br />
Imam Ali as adalah contoh nyata orang yang berjalan di jalan yang lurus. Orang-orang jujur dalam berbuat dan berkata. Ketika berada di puncak kekuasaan, maka akan dimanfaatkan sebagai alat untuk menghidupkan kebenaran. Kekuasaan yang dimiliki menjadi sarana bagi pertumbuhan keutamaan manusia dan menciptakan keadilan. Terkadang kita menyaksikan beliau menghadapi orang-orang yang begitu mencintai dunia, tapi terkadang beliau harus menghadapi orang-orang munafik dan di lain waktu harus memerangi orang-orang yang ingin menipu masyarakat dengan simbol-simbol agama. Imam Ali as memerintah dengan gaya yang sangat merakyat dan keadilan merupakan ciri khasnya. Tidak ada yang dapat mempengaruhinya dalam menegakkan keadilan, sekalipun itu keluarganya sendiri.<br />
<br />
Gaya hidup Imam Ali as dalam kehidupan sehari-hari bersumber dari cara pandangnya terhadap dunia dan bagaimana menghadapinya. Dunia dan alam diciptakan oleh Allah dengan sangat indah. Langit, bumi, laut, gunung, awan dan angin semua merupakan tanda-tanda kebesaran Allah Swt. Imam Ali as juga mencintai dunia dan alam sebagai tanda-tanda kebesaran Allah. Dalam sejarah disebutkan bagaimana Imam Ali as begitu mencintai mata air, kebun dan sawah. Beliau memanggul pohon korma untuk di tanam di kebun. Beliau menggali sumur seorang diri guna mengairi korma-korma itu. Itulah mengapa dalam satu ucapannya Imam Ali as mencela orang yang mencaci dunia. Imam Ali as berkata:<br />
<br />
"Dunia tempat kejujuran bagi orang-orang yang jujur, tempat yang sehat bagi mereka yang mengenal dunia rumah sehat dan dunia tempat yang tidak dibutuhkan bagi mereka yang telah memiliki bekal... Dunia adalah tempat penyembahan kepada Allah bagi mereka yang mencintai-Nya dan tempat shalat para malaikat... Dunia adalah pasar untuk mencari untung bagi para pecinta Allah dan di dunia mereka meraih rahmat Allah serta memiliki surga yang kekal." (Nahjul Balaghah, hikmah 131)<br />
<br />
Dengan dasar ini, Imam Ali as memandang dunia sebagai pengantar bagi akhirat agar jangan sampai kita telah bersusah payah di dunia, tapi ternyata tidak mendapatkan apa-apa di akhirat. Dunia adalah tempat ujian dan sarana untuk meluncur meraih puncak kesempurnaan. Dunia merupakan pasar dimana orang-orang beriman memanfaatkan segala kemampuan materi dan spiritualnya untuk mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi. Mereka melayani, memperluas keadilan dan melindungi kehormatan manusia demi menciptakan masyarakat yang bahagia.<br />
<br />
Dunia menurut Imam Ali as akan bernilai dan mulia selama tetap pada fungsinya sebagai alat untuk melayani masyarakat, menciptakan keadilan dan memperkuat fondasi perdamaian. Cara pandang terhadap dunia yang diajarkan Imam Ali as membuat beliau sendiri menjadi seorang pejuang gigih dalam melawan kezaliman dan ketidakadilan. Beliau melawan setiap bentuk penindasan demi mengembalikan hak-hak orang tertindas. Tapi pada saat yang sama, cara pandang beliau terhadap dunia membuatnya berpanas-panas untuk menanam korma dan hasilnya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan orang-orang miskin.<br />
<br />
Tapi bila dunia dijadikan tujuan dan berhadap-hadapan dengan akhirat, maka ini akan menjadi penghalang besar bagi manusia untuk meraih kesempurnaan. Bila di dunia ini tujuan mulia manusia ditumpas dan manusia ditawan dan bila ajaran langit, perasaan manusia dan moral terbakar dalam api kekuasaan dan kekayaan, maka pada waktu itu dunia menjadi tercela. Imam Ali as berperang dengan dunia yang dipandang dengan cara seperti ini. Dunia seperti inilah yang dilukiskan begitu hina dan buruk oleh Imam Ali as.<br />
<br />
Terkadang beliau menyamakan dunia dengan ular yang tampaknya indah, tapi sangat berbisa. Di lain kesempatan beliau mengatakan dunia di mataku lebih hina dari tulang babi yang berada di tangan seorang yang berpenyakit kusta atau daun yang tak bernilai di mulut belalang. Di sini Imam Ali as memulai perjuangannya melawan dunia. Imam mengingatkan dunia dapat menjadi tempat manusia tergelincir dan tertinggal dari jalan Allah menuju kesempurnaan. Oleh karena itu orang-orang yang beriman harus melihat dunia sebagai tempat penyeberangan menuju akhirat. (<b>Imam Ali as Teladan Untuk Semua</b>/IRIB/SL/NA)</p>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-53481157797767955272011-10-08T12:18:00.000+07:002011-10-08T12:18:37.203+07:00Sheikh Al-Azhar Kecam Langkah Saudi dan Bahrain Tumpas Rakyatnya<div class="separator" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em; text-align: center;"><img border="0" height="133" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3v_GyGKElKJMkFM0hicYSUJ2_N0ycaSAN0gprQaHEcjDwYJJi-dz7kIqNBvXSbr8a0x7ZYA3Dqu2a8zST4yCBkt0O-QySTPfRZ5brtSmJ1cD8moYbhMGXuGIzgUq5l9-GJ1sL_CkzFZ9C/s200/ahmed+al-tayeb.jpg" width="200" /></div><br />
Setelah berbulan-bulan bungkam di hadapan peristiwa yang terjadi di Bahrain dan Arab Saudi, akhirnya Universitas al-Azhar mengeluarkan pernyataan sangat menyesali apa yang terjadi di kedua negara.<br />
<br />
Menurut laporan Fars mengutip situs televisi al-Manar, Sheikh al-Azhar, Ahmed el-Tayeb meminta kepada negara-negara Teluk Persia mereaksi positif tuntutan rakyatnya.<br />
<br />
Sheikh al-Azhar dalam pernyataan ini menjelaskan bahwa apa yang terjadi di Teluk Persia sangat mengkhawatirkan .<br />
<br />
Seraya menyinggung Arab Saudi dan Bahrain, Ahmed el-Tayeb menegaskan bahwa konflik yang terjadi ini bukan hanya mengancam masyarakat Arab dan merusak kehidupan mereka yang aman, tapi juga menjadi alasan bagi intervensi kekuatan-kekuatan asing di kawasan. Apa yang terjadi ini bakal membuka jalan bagi penindasan dan pendudukan kekuatan asing di kawasan.<br />
<br />
Al-Azhar Mesir beberapa waktu belakangan ini dihujani protes sikap diamnya atas aksi kekerasan yang dilakukan terhadap warga Bahrain dan Arab Saudi. Akhirnya, pada Rabu malam (05/10) al-Azhar memecahkan kebungkamannya dan mengeluarkan pernyataan resmi terkait apa yang terjadi di kedua negara Arab ini.<br />
<br />
Al-Azhar juga meminta kedua negara untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi dengan perundingan. (<b>Sheikh Al-Azhar Kecam Langkah Saudi dan Bahrain Tumpas Rakyatnya</b> /IRIB/SL).duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-87575317431069223842011-03-09T14:26:00.000+07:002011-03-09T14:27:00.251+07:00Gusdur berkata: NU itu Syiah Minus Imamah<div style="text-align: justify;"><a href="http://dialogsunni-syiah.blogspot.com/">Dialog Sunni Syiah</a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMhyphenhyphenAbFi8fchg0eLohYUUuvFxldyhokgO0e4EwLveQlkRBZgxp3XUz9Th5NOsfCoHWId29x1ZGFwU4me-ApEdV87U-LQ4G-vutJCl5uDqOOt99SK_r8ekijdj_rzwCKdbfiugJkvqMNgSG/s1600/gus+dur-dan-ust-muh-bsa.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="133" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMhyphenhyphenAbFi8fchg0eLohYUUuvFxldyhokgO0e4EwLveQlkRBZgxp3XUz9Th5NOsfCoHWId29x1ZGFwU4me-ApEdV87U-LQ4G-vutJCl5uDqOOt99SK_r8ekijdj_rzwCKdbfiugJkvqMNgSG/s200/gus+dur-dan-ust-muh-bsa.jpg" width="200" /></a></div><b>Gusdur berkata: NU itu Syiah Minus Imamah</b><br />
<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagian sikap dan pemikiran Gus Dur mendapat apresiasi dari beberapa ulama Syiah Indonesia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Gus Dur selalu menganjurkan kebaikan kepada kelompok minoritas, termasuk kita yang berpegang pada madzhab Ahlul Bait, Syiah. Kita merasa dibela Gus Dur dari beberapa kelompok yang akan membubarkan Syiah. Gus Dur juga selalu mengatakan bahwa Syiah itu adalah NU plus imamah dan NU itu adalah Syiah minus imamah. Bahkan beliau orang yang pertama di Indonesia yang bukan Syiah yang menggelar peringatan Asyura di Ciganjur,” kata salah seorang ulama Syiah Indonesia, Hasan Dalil, kepada Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Jumat,1/1).</div><div style="text-align: justify;"></div><a name='more'></a><br />
<div style="text-align: justify;">Namun demikian, kata Hasan Dalil, ada beberapa sikap Gus Dur yang mesti dikritisir termasuk keterlibatan dalam yayasan milik Israel. Menurut Pembina Sekolah Tinggi Agama Islam Madinatul Ilmi ini, masalah Israel adalah masalah hitam putih yang bukan multitafsir.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Sikap Gus Dur sering multitafsir. Tapi berkaitan dengan Israel harus hitam putih. Israel itu menginjak-injak hak asasi manusia dan menjajah. Tentu hal ini sangat bertentangan dengan konstitusi tertinggi negara kita, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang melarang segala bentuk penjajahan. Kita kritik itu,” kata Hasan Dalil.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Namun satu hal yang menarik dari Gus Dur, kata Hasan Dalil, tidak pernah marah dan tersinggung jika dikritik. Hasan Dalil pun punya kesan pribadi dengan Gus Dur.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Kita ulama Syiah datang pada beliau. Saya sebutkan pada beliau di kalangan atas elit dan intelektual, sudah memahami madzhab Ahlul Bait dan menghormati Ayatullah Imam Khomaini. Namun dikalangan sebagian NU di bawah ada yang masih berlaku keras pada kelompok Syiah. Saya contohkan peristiwa di Bangil. Ternyata Gus Dur langsung menelpon ulama NU Bangil dan memerintahkan untuk menjaga kelompok syiah dan mencegah segala bentuk kekerasan. Ini luar biasa,” kata Hasan Dalil.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">>> <a href="http://ainuttijar.blogspot.com/">Source</a></div>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-58120690605248591752011-03-09T14:15:00.000+07:002011-03-09T14:17:37.061+07:00Analisis Hadis “Kitab Allah dan SunahKu”<div style="text-align: justify;"><a href="http://dialogsunni-syiah.blogspot.com/">Dialog Sunni Syiah</a></div><div style="text-align: justify;"><b>Analisis Hadis “Kitab Allah dan SunahKu”</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al Quranul Karim dan Sunnah Rasulullah SAW adalah landasan dan sumber syariat Islam. Hal ini merupakan kebenaran yang sifatnya pasti dan diyakini oleh umat Islam. Banyak ayat Al Quran yang memerintahkan umat Islam untuk berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah SAW, diantaranya:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah .Sesungguhnya Allah sangat keras hukumanNya. (QS ; Al Hasyr 7).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang berharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS ; Al Ahzab 21).</div><div style="text-align: justify;"><a name='more'></a><br />
</div><div style="text-align: justify;">Barang siapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah .Dan barang siapa yang berpaling (dari ketaatan itu) maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. (QS ; An Nisa 80).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya agar Rasul menghukum (mengadili) diantara mereka ialah ucapan “kami mendengar dan kami patuh”. Dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepadaNya maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. (QS ; An Nur 51-52).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu Ketetapan , akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS ; Al Ahzab 36).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jadi Sunnah Rasulullah SAW merupakan salah satu pedoman bagi umat islam di seluruh dunia. Berdasarkan ayat-ayat Al Quran di atas sudah cukup rasanya untuk membuktikan kebenaran hal ini. Tulisan ini akan membahas hadis “Kitabullah wa Sunnaty” yang sering dijadikan dasar bahwa kita harus berpedoman kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW yaitu</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bahwa Rasulullah bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang jika kamu pegang teguh pasti kamu sekalian tidak akan sesat selamanya yaitu Kitabullah dan SunahKu. Keduanya tidak akan berpisah hingga menemuiKu di Al Haudh.”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis “Kitabullah Wa Sunnaty” ini adalah hadis masyhur yang sering sekali didengar oleh umat Islam sehingga tidak jarang banyak yang beranggapan bahwa hadis ini adalah benar dan tidak perlu dipertanyakan lagi. Pada dasarnya kita umat Islam harus berpegang teguh kepada Al Quran dan As Sunnah yang merupakan dua landasan utama dalam agama Islam. Banyak dalil dalil shahih yang menganjurkan kita agar berpegang kepada As Sunnah baik dari Al Quran (seperti yang sudah disebutkan) ataupun dari hadis-hadis yang shahih. Sayangnya hadis”Kitabullah Wa Sunnaty” yang seringkali dijadikan dasar dalam masalah ini adalah hadis yang tidak shahih atau dhaif. Berikut adalah analisis terhadap sanad hadis ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Analisis Sumber Hadis “Kitab Allah dan SunahKu”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” ini tidak terdapat dalam kitab hadis Kutub As Sittah (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Ibnu Majah, Sunan An Nasa’i, Sunan Abu Dawud, dan Sunan Tirmidzi). Sumber dari Hadis ini adalah Al Muwatta Imam Malik, Mustadrak Ash Shahihain Al Hakim, At Tamhid Syarh Al Muwatta Ibnu Abdil Barr, Sunan Baihaqi, Sunan Daruquthni, dan Jami’ As Saghir As Suyuthi. Selain itu hadis ini juga ditemukan dalam kitab-kitab karya Ulama seperti , Al Khatib dalam Al Faqih Al Mutafaqqih, Shawaiq Al Muhriqah Ibnu Hajar, Sirah Ibnu Hisyam, Al Ilma ‘ila Ma’rifah Usul Ar Riwayah wa Taqyid As Sima’ karya Qadhi Iyadh, Al Ihkam Ibnu Hazm dan Tarikh At Thabari. Dari semua sumber itu ternyata hadis ini diriwayatkan dengan 4 jalur sanad yaitu dari Ibnu Abbas ra, Abu Hurairah ra, Amr bin Awf ra, dan Abu Said Al Khudri ra. Terdapat juga beberapa hadis yang diriwayatkan secara mursal (terputus sanadnya), mengenai hadis mursal ini sudah jelas kedhaifannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis ini terbagi menjadi dua yaitu</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Hadis yang diriwayatkan dengan sanad yang mursal</div><div style="text-align: justify;">2. Hadis yang diriwayatkan dengan sanad yang muttasil atau bersambung</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” Yang Diriwayatkan Secara Mursal</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” yang diriwayatkan secara mursal ini terdapat dalam kitab Al Muwatta, Sirah Ibnu Hisyam, Sunan Baihaqi, Shawaiq Al Muhriqah, dan Tarikh At Thabari. Berikut adalah contoh hadisnya</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam Al Muwatta jilid I hal 899 no 3</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bahwa Rasulullah SAW bersabda” Wahai Sekalian manusia sesungguhnya Aku telah meninggalkan pada kamu apa yang jika kamu berpegang teguh pasti kamu sekalian tidak akan sesat selamanya yaitu Kitab Allah dan Sunah RasulNya”. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam Al Muwatta hadis ini diriwayatkan Imam Malik tanpa sanad. Malik bin Anas adalah generasi tabiit tabiin yang lahir antara tahun 91H-97H. Jadi paling tidak ada dua perawi yang tidak disebutkan di antara Malik bin Anas dan Rasulullah SAW. Berdasarkan hal ini maka dapat dinyatakan bahwa hadis ini dhaif karena terputus sanadnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam Sunan Baihaqi terdapat beberapa hadis mursal mengenai hal ini, diantaranya</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al Baihaqi dengan sanad dari Urwah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda pada haji wada “ Sesungguhnya Aku telah meninggalkan sesuatu bagimu yang apabila berpegang teguh kepadanya maka kamu tidak akan sesat selamanya yaitu dua perkara Kitab Allah dan Sunnah NabiMu, Wahai umat manusia dengarkanlah olehmu apa yang aku sampaikan kepadamu, maka hiduplah kamu dengan berpegang kepadanya”. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Selain pada Sunan Baihaqi, hadis Urwah ini juga terdapat dalam Miftah Al Jannah hal 29 karya As Suyuthi. Urwah bin Zubair adalah dari generasi tabiin yang lahir tahun 22H, jadi Urwah belum lahir saat Nabi SAW melakukan haji wada oleh karena itu hadis di atas terputus, dan ada satu orang perawi yang tidak disebutkan, bisa dari golongan sahabat dan bisa juga dari golongan tabiin. Singkatnya hadis ini dhaif karena terputus sanadnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al Baihaqi dengan sanad dari Ibnu Wahb yang berkata “Aku telah mendengar Malik bin Anas mengatakan berpegang teguhlah pada sabda Rasulullah SAW pada waktu haji wada yang berbunyi ‘Dua hal Aku tinggalkan bagimu dimana kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunah NabiNya”. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis ini tidak berbeda dengan hadis Al Muwatta, karena Malik bin Anas tidak bertemu Rasulullah SAW jadi hadis ini juga dhaif.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam Sirah Ibnu Hisyam jilid 4 hal 185 hadis ini diriwayatkan dari Ibnu Ishaq yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda pada haji wada…..,Disini Ibnu Ishaq tidak menyebutkan sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW oleh karena itu hadis ini tidak dapat dijadikan hujjah. Dalam Tarikh At Thabari jilid 2 hal 205 hadis ini juga diriwayatkan secara mursal melalui Ibnu Ishaq dari Abdullah bin Abi Najih. Jadi kedua hadis ini dhaif. Mungkin ada yang beranggapan karena Sirah Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq sudah menjadi kitab Sirah yang jadi pegangan oleh jumhur ulama maka adanya hadis itu dalam Sirah Ibnu Hisyam sudah cukup menjadi bukti kebenarannya. Jawaban kami adalah benar bahwa Sirah Ibnu Hisyam menjadi pegangan oleh jumhur ulama, tetapi dalam kitab ini hadis tersebut terputus sanadnya jadi tentu saja dalam hal ini hadis tersebut tidak bisa dijadikan hujjah.</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebuah Pembelaan dan Kritik</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hafiz Firdaus dalam bukunya Kaidah Memahami Hadis-hadis yang Bercanggah telah membahas hadis dalam Al Muwatta dan menanggapi pernyataan Syaikh Hasan As Saqqaf dalam karyanya Shahih Sifat shalat An Nabiy (dalam kitab ini As Saqqaf telah menyatakan hadis Kitab Allah dan SunahKu ini sebagai hadis yang dhaif ). Sebelumnya berikut akan dituliskan pendapat Hafiz Firdaus tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bahwa Rasulullah bersabda “wahai sekalian manusia sesungguhnya Aku telah meninggalkan pada kamu apa yang jika kamu pegang teguh pasti kamu sekalian tidak akan sesat selamanya yaitu Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis ini sahih: Dikeluarkan oleh Malik bin Anas dalam al-Muwattha’ – no: 1619 (Kitab al-Jami’, Bab Larangan memastikan Takdir). Berkata Malik apabila mengemukakan riwayat ini: Balghni………bererti “disampaikan kepada aku” (atau dari sudut catatan anak murid beliau sendiri: Dari Malik, disampaikan kepadanya………). Perkataan seperti ini memang khas di zaman awal Islam (sebelum 200H) menandakan bahawa seseorang itu telah menerima sesebuah hadis daripada sejumlah tabi’in, dari sejumlah sahabat dari jalan-jalan yang banyak sehingga tidak perlu disertakan sanadnya. Lebih lanjut lihat Qadi ‘Iyadh Tartib al-Madarik, jld 1, ms 136; Ibn ‘Abd al-Barr al Tamhid, jld 1, ms 34; al-Zarqani Syarh al Muwattha’, jld 4, ms 307 dan Hassath binti ‘Abd al-’Aziz Sagheir Hadis Mursal baina Maqbul wa Mardud, jld 2, ms 456-470.</div><div style="text-align: justify;">Hasan ‘Ali al-Saqqaf dalam bukunya Shalat Bersama Nabi SAW (edisi terj. dari Sahih Sifat Solat Nabi), ms 269-275 berkata bahwa hadis ini sebenarnya adalah maudhu’. Isnadnya memiliki perawi yang dituduh pendusta manakala maksudnya tidak disokongi oleh mana-mana dalil lain. Beliau menulis: Sebenarnya hadis yang tsabit dan sahih adalah hadis yang berakhir dengan “wa ahli baiti” (sepertimana Khutbah C – penulis). Sedangkan yang berakhir dengan kata-kata “wa sunnati” (sepertimana Khutbah B) adalah batil dari sisi matan dan sanadnya.</div><div style="text-align: justify;">Nampaknya al-Saqqaf telah terburu-buru dalam penilaian ini kerana beliau hanya menyimak beberapa jalan periwayatan dan meninggalkan yang selainnya, terutamanya apa yang terkandung dalam kitab-kitab Musannaf, Mu’jam dan Tarikh (Sejarah). Yang lebih berat adalah beliau telah menepikan begitu sahaja riwayat yang dibawa oleh Malik di dalam kitab al-Muwattha’nya atas alasan ianya adalah tanpa sanad padahal yang benar al-Saqqaf tidak mengenali kaedah-kaedah periwayatan hadis yang khas di sisi Malik bin Anas dan tokoh-tokoh hadis di zamannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kritik kami adalah sebagai berikut, tentang kata-kata hadis riwayat Al Muwatta adalah shahih karena pernyataan Balghni atau “disampaikan kepada aku” dalam hadis riwayat Imam Malik ini adalah khas di zaman awal Islam (sebelum 200H) menandakan bahwa seseorang itu telah menerima sesebuah hadis daripada sejumlah tabi’in, dari sejumlah sahabat dari jalan-jalan yang banyak sehingga tidak perlu disertakan sanadnya. Maka Kami katakan, Kaidah periwayatan hadis dengan pernyataan Balghni atau “disampaikan kepadaku” memang terdapat di zaman Imam Malik. Hal ini juga dapat dilihat dalam Kutub As Sunnah Dirasah Watsiqiyyah oleh Rif’at Fauzi Abdul Muthallib hal 20, terdapat kata kata Hasan Al Bashri</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Jika empat shahabat berkumpul untuk periwayatan sebuah hadis maka saya tidak menyebut lagi nama shahabat”.Ia juga pernah berkata”Jika aku berkata hadatsana maka hadis itu saya terima dari fulan seorang tetapi bila aku berkata qala Rasulullah SAW maka hadis itu saya dengar dari 70 orang shahabat atau lebih”. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tetapi adalah tidak benar mendakwa suatu hadis sebagai shahih hanya dengan pernyataan “balghni”. Hal ini jelas bertentangan dengan kaidah jumhur ulama tentang persyaratan hadis shahih seperti yang tercantum dalam Muqaddimah Ibnu Shalah fi Ulumul Hadis yaitu</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis shahih adalah Hadis yang muttashil (bersambung sanadnya) disampaikan oleh setiap perawi yang adil(terpercaya) lagi dhabit sampai akhir sanadnya dan hadis itu harus bebas dari syadz dan Illat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan kaidah Inilah as Saqqaf telah menepikan hadis al Muwatta tersebut karena memang hadis tersebut tidak ada sanadnya. Yang aneh justru pernyataan Hafiz yang menyalahkan As Saqqaf dengan kata-kata padahal yang benar al-Saqqaf tidak mengenali kaedah-kaedah periwayatan hadis yang khas di sisi Malik bin Anas dan tokoh-tokoh hadis di zamannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pernyataan Hafiz di atas menunjukan bahwa Malik bin Anas dan tokoh hadis zamannya (sekitar 93H-179H) jika meriwayatkan hadis dengan pernyataan telah disampaikan kepadaku bahwa Rasulullah SAW atau Qala Rasulullah SAW tanpa menyebutkan sanadnya maka hadis tersebut adalah shahih. Pernyataan ini jelas aneh dan bertentangan dengan kaidah jumhur ulama hadis. Sekali lagi hadis itu mursal atau terputus dan hadis mursal tidak bisa dijadikan hujjah karena kemungkinan dhaifnya. Karena bisa jadi perawi yang terputus itu adalah seorang tabiin yang bisa jadi dhaif atau tsiqat, jika tabiin itu tsiqatpun dia kemungkinan mendengar dari tabiin lain yang bisa jadi dhaif atau tsiqat dan seterusnya kemungkinan seperti itu tidak akan habis-habis. Sungguh sangat tidak mungkin mendakwa hadis mursal sebagai shahih “Hanya karena terdapat dalam Al Muwatta Imam Malik”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;">Hal yang kami jelaskan itu juga terdapat dalam Ilmu Mushthalah Hadis oleh A Qadir Hassan hal 109 yang mengutip pernyataan Ibnu Hajar yang menunjukkan tidak boleh menjadikan hadis mursal sebagai hujjah, Ibnu Hajar berkata</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">”Boleh jadi yang gugur itu shahabat tetapi boleh jadi juga seorang tabiin .Kalau kita berpegang bahwa yang gugur itu seorang tabiin boleh jadi tabiin itu seorang yang lemah tetapi boleh jadi seorang kepercayaan. Kalau kita andaikan dia seorang kepercayaan maka boleh jadi pula ia menerima riwayat itu dari seorang shahabat, tetapi boleh juga dari seorang tabiin lain”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lihat baik-baik walaupun yang meriwayatkan hadis mursal itu adalah tabiin tetap saja dinyatakan dhaif apalagi Malik bin Anas yang seorang tabiit tabiin maka akan jauh lebih banyak kemungkinan dhaifnya. Pernyataan yang benar tentang hadis mursal Al Muwatta adalah hadis tersebut shahih jika terdapat hadis lain yang bersambung dan shahih sanadnya yang menguatkan hadis mursal tersebut di kitab-kitab lain. Jadi adalah kekeliruan menjadikan hadis mursal shahih hanya karena terdapat dalam Al Muwatta.</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” Yang Diriwayatkan Dengan Sanad Yang Bersambung.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Telah dinyatakan sebelumnya bahwa dari sumber-sumber yang ada ternyata ada 4 jalan sanad hadis “Kitab Allah dan SunahKu”. 4 jalan sanad itu adalah</div><div style="text-align: justify;">1. Jalur Ibnu Abbas ra</div><div style="text-align: justify;">2. Jalur Abu Hurairah ra</div><div style="text-align: justify;">3. Jalur Amr bin Awf ra</div><div style="text-align: justify;">4. Jalur Abu Said Al Khudri ra</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;">Jalan Sanad Ibnu Abbas</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” dengan jalan sanad dari Ibnu Abbas dapat ditemukan dalam Kitab Al Mustadrak Al Hakim jilid I hal 93 dan Sunan Baihaqi juz 10 hal 4 yang pada dasarnya juga mengutip dari Al Mustadrak. Dalam kitab-kitab ini sanad hadis itu dari jalan Ibnu Abi Uwais dari Ayahnya dari Tsaur bin Zaid Al Daily dari Ikrimah dari Ibnu Abbas</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">bahwa Rasulullah SAW bersabda “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Aku telah meninggalkan pada kamu apa yang jika kamu pegang teguh pasti kamu sekalian tidak akan sesat selamanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah RasulNya”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis ini adalah hadis yang dhaif karena terdapat kelemahan pada dua orang perawinya yaitu Ibnu Abi Uwais dan Ayahnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Ibnu Abi Uwais</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Dalam kitab Tahdzib Al Kamal karya Al Hafiz Ibnu Zakki Al Mizzy jilid III hal 127 mengenai biografi Ibnu Abi Uwais terdapat perkataan orang yang mencelanya, diantaranya Berkata Muawiyah bin Salih dari Yahya bin Mu’in “Abu Uwais dan putranya itu keduanya dhaif(lemah)”. Dari Yahya bin Mu’in bahwa Ibnu Abi Uwais dan ayahnya suka mencuri hadis, suka mengacaukan(hafalan) hadis atau mukhallith dan suka berbohong. Menurut Abu Hatim Ibnu Abi Uwais itu mahalluhu ash shidq atau tempat kejujuran tetapi dia terbukti lengah. An Nasa’i menilai Ibnu Abi Uwais dhaif dan tidak tsiqah. Menurut Abu Al Qasim Al Alkaiy “An Nasa’i sangat jelek menilainya (Ibnu Abi Uwais) sampai ke derajat matruk(ditinggalkan hadisnya)”. Ahmad bin Ady berkata “Ibnu Abi Uwais itu meriwayatkan dari pamannya Malik beberapa hadis gharib yang tidak diikuti oleh seorangpun.”</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Muqaddimah Al Fath Al Bary halaman 391 terbitan Dar Al Ma’rifah, Al Hafiz Ibnu Hajar mengenai Ibnu Abi Uwais berkata ”Atas dasar itu hadis dia (Ibnu Abi Uwais) tidak dapat dijadikan hujjah selain yang terdapat dalam As Shahih karena celaan yang dilakukan Imam Nasa’i dan lain-lain”.</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Fath Al Mulk Al Aly halaman 15, Al Hafiz Sayyid Ahmad bin Shiddiq mengatakan “berkata Salamah bin Syabib Aku pernah mendengar Ismail bin Abi Uwais mengatakan “mungkin aku membuat hadis untuk penduduk madinah jika mereka berselisih pendapat mengenai sesuatu di antara mereka”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jadi Ibnu Abi Uwais adalah perawi yang tertuduh dhaif, tidak tsiqat, pembohong, matruk dan dituduh suka membuat hadis. Ada sebagian orang yang membela Ibnu Abi Uwais dengan mengatakan bahwa dia adalah salah satu Rijal atau perawi Shahih Bukhari oleh karena itu hadisnya bisa dijadikan hujjah. Pernyataan ini jelas tertolak karena Bukhari memang berhujjah dengan hadis Ismail bin Abi Uwais tetapi telah dipastikan bahwa Ibnu Abi Uwais adalah perawi Bukhari yang diperselisihkan oleh para ulama hadis. Seperti penjelasan di atas terdapat jarh atau celaan yang jelas oleh ulama hadis seperti Yahya bin Mu’in, An Nasa’i dan lain-lain. Dalam prinsip Ilmu Jarh wat Ta’dil celaan yang jelas didahulukan dari pujian(ta’dil). Oleh karenanya hadis Ibnu Abi Uwais tidak bisa dijadikan hujjah. Mengenai hadis Bukhari dari Ibnu Abi Uwais, hadis-hadis tersebut memiliki mutaba’ah atau pendukung dari riwayat-riwayat lain sehingga hadis tersebut tetap dinyatakan shahih. Lihat penjelasan Al Hafiz Ibnu Hajar dalam Al Fath Al Bary Syarh Shahih Bukhari, Beliau mengatakan bahwa hadis Ibnu Abi Uwais selain dalam As Shahih(Bukhari dan Muslim) tidak bisa dijadikan hujjah. Dan hadis yang dibicarakan ini tidak terdapat dalam kedua kitab Shahih tersebut, hadis ini terdapat dalam Mustadrak dan Sunan Baihaqi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Abu Uwais</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Dalam kitab Al Jarh Wa At Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim jilid V hal 92, Ibnu Abi Hatim menukil dari ayahnya Abu Hatim Ar Razy yang berkata mengenai Abu Uwais “Ditulis hadisnya tetapi tidak dapat dijadikan hujjah dan dia tidak kuat”. Ibnu Abi Hatim menukil dari Yahya bin Mu’in yang berkata “Abu Uwais tidak tsiqah”.</div><div style="text-align: justify;">* Dalam kitab Tahdzib Al Kamal karya Al Hafiz Ibnu Zakki Al Mizzy jilid III hal 127 Berkata Muawiyah bin Salih dari Yahya bin Mu’in “Abu Uwais dan putranya itu keduanya dhaif(lemah)”. Dari Yahya bin Mu’in bahwa Ibnu Abi Uwais dan ayahnya(Abu Uwais) suka mencuri hadis, suka mengacaukan(hafalan) hadis atau mukhallith dan suka berbohong.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam Al Mustadrak jilid I hal 93, Al Hakim tidak menshahihkan hadis ini. Beliau mendiamkannya dan mencari syahid atau penguat bagi hadis tersebut, Beliau berkata ”Saya telah menemukan syahid atau saksi penguat bagi hadis tersebut dari hadis Abu Hurairah ra”. Mengenai hadis Abu Hurairah ra ini akan dibahas nanti, yang penting dari pernyataan itu secara tidak langsung Al Hakim mengakui kedhaifan hadis Ibnu Abbas tersebut oleh karena itu beliau mencari syahid penguat untuk hadis tersebut .Setelah melihat kedudukan kedua perawi hadis Ibnu Abbas tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hadis ”Kitab Allah dan SunahKu” dengan jalan sanad dari Ibnu Abbas adalah dhaif.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jalan Sanad Abu Hurairah ra</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” dengan jalan sanad Abu Hurairah ra terdapat dalam Al Mustadrak Al Hakim jilid I hal 93, Sunan Al Kubra Baihaqi juz 10, Sunan Daruquthni IV hal 245, Jami’ As Saghir As Suyuthi(no 3923), Al Khatib dalam Al Faqih Al Mutafaqqih jilid I hal 94, At Tamhid XXIV hal 331 Ibnu Abdil Barr, dan Al Ihkam VI hal 243 Ibnu Hazm.</div><div style="text-align: justify;">Jalan sanad hadis Abu Hurairah ra adalah sebagi berikut, diriwayatkan melalui Al Dhaby yang berkata telah menghadiskan kepada kami Shalih bin Musa At Thalhy dari Abdul Aziz bin Rafi’dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ra</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">bahwa Rasulullah SAW bersabda “Bahwa Rasulullah bersabda “Sesungguhnya Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang jika kamu pegang teguh pasti kamu sekalian tidak akan sesat selamanya yaitu Kitabullah dan SunahKu.Keduanya tidak akan berpisah hingga menemuiKu di Al Haudh”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis di atas adalah hadis yang dhaif karena dalam sanadnya terdapat perawi yang tidak bisa dijadikan hujjah yaitu Shalih bin Musa At Thalhy.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Kitab Tahdzib Al Kamal ( XIII hal 96) berkata Yahya bin Muin bahwa riwayat hadis Shalih bin Musa bukan apa-apa. Abu Hatim Ar Razy berkata hadis Shalih bin Musa dhaif. Imam Nasa’i berkata hadis Shalih bin Musa tidak perlu ditulis dan dia itu matruk al hadis(ditinggalkan hadisnya).</div><div style="text-align: justify;">* Al Hafiz Ibnu Hajar Al Asqalany dalam kitabnya Tahdzib At Tahdzib IV hal 355 menyebutkan Ibnu Hibban berkata bahwa Shalih bin Musa meriwayatkan dari tsiqat apa yang tidak menyerupai hadis itsbat(yang kuat) sehingga yang mendengarkannya bersaksi bahwa riwayat tersebut ma’mulah (diamalkan) atau maqbulah (diterima) tetapi tidak dapat dipakai untuk berhujjah. Abu Nu’aim berkata Shalih bin Musa itu matruk Al Hadis sering meriwayatkan hadis mungkar.</div><div style="text-align: justify;">* Dalam At Taqrib (Tarjamah :2891) Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqallany menyatakan bahwa Shalih bin Musa adalah perawi yang matruk(harus ditinggalkan).</div><div style="text-align: justify;">* Al Dzahaby dalam Al Kasyif (2412) menyebutkan bahwa Shalih bin Musa itu wahin (lemah).</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Al Qaulul Fashl jilid 2 hal 306 Sayyid Alwi bin Thahir ketika mengomentari Shalih bin Musa, beliau menyatakan bahwa Imam Bukhari berkata”Shalih bin Musa adalah perawi yang membawa hadis-hadis mungkar”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kalau melihat jarh atau celaan para ulama terhadap Shalih bin Musa tersebut maka dapat dinyatakan bahwa hadis “Kitab Allah dan SunahKu” dengan sanad dari Abu Hurairah ra di atas adalah hadis yang dhaif. Adalah hal yang aneh ternyata As Suyuthi dalam Jami’ As Saghir menyatakan hadis tersebut hasan, Al Hafiz Al Manawi menshahihkannya dalam Faidhul Qhadir Syarah Al Jami’Ash Shaghir dan Al Albani juga telah memasukkan hadis ini dalam Shahih Jami’ As Saghir. Begitu pula yang dinyatakan oleh Al Khatib dan Ibnu Hazm. Menurut kami penshahihan hadis tersebut tidak benar karena dalam sanad hadis tersebut terdapat cacat yang jelas pada perawinya, Bagaimana mungkin hadis tersebut shahih jika dalam sanadnya terdapat perawi yang matruk, mungkar al hadis dan tidak bisa dijadikan hujjah. Nyata sekali bahwa ulama-ulama yang menshahihkan hadis ini telah bertindak longgar(tasahul) dalam masalah ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mengapa para ulama itu bersikap tasahul dalam penetapan kedudukan hadis ini?. Hal ini mungkin karena matan hadis tersebut adalah hal yang tidak perlu dipermasalahkan lagi. Tetapi menurut kami matan hadis tersebut yang benar dan shahih adalah dengan matan hadis yang sama redaksinya hanya perbedaan pada “Kitab Allah dan SunahKu” menjadi “Kitab Allah dan Itrah Ahlul BaitKu”. Hadis dengan matan seperti ini salah satunya terdapat dalam Shahih Sunan Tirmidzi no 3786 & 3788 yang dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi. Kalau dibandingkan antara hadis ini dengan hadis Abu Hurairah ra di atas dapat dipastikan bahwa hadis Shahih Sunan Tirmidzi ini jauh lebih shahih kedudukannya karena semua perawinya tsiqat. Sedangkan hadis Abu Hurairah ra di atas terdapat cacat pada salah satu perawinya yaitu Shalih bin Musa At Thalhy.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Adz Dzahabi dalam Al Mizan Al I’tidal jilid II hal 302 berkata bahwa hadis Shalih bin Musa tersebut termasuk dari kemunkaran yang dilakukannya. Selain itu hadis riwayat Abu Hurairah ini dinyatakan dhaif oleh Hasan As Saqqaf dalam Shahih Sifat Shalat An Nabiy setelah beliau mengkritik Shalih bin Musa salah satu perawi hadis tersebut. Jadi pendapat yang benar dalam masalah ini adalah hadis riwayat Abu Hurairah tersebut adalah dhaif sedangkan pernyataan As Suyuthi, Al Manawi, Al Albani dan yang lain bahwa hadis tersebut shahih adalah keliru karena dalam rangkaian sanadnya terdapat perawi yang sangat jelas cacatnya sehingga tidak mungkin bisa dikatakan shahih.</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jalan Sanad Amr bin Awf ra</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” dengan jalan sanad dari Amr bin Awf terdapat dalam kitab At Tamhid XXIV hal 331 Ibnu Abdil Barr. Telah menghadiskan kepada kami Abdurrahman bin Yahya, dia berkata telah menghadiskan kepada kami Ahmad bin Sa’id, dia berkata telahmenghadiskan kepada kami Muhammad bin Ibrahim Al Daibaly, dia berkata telah menghadiskan kepada kami Ali bin Zaid Al Faridhy, dia berkata telah menghadiskan kepada kami Al Haniny dari Katsir bin Abdullah bin Amr bin Awf dari ayahnya dari kakeknya</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bahwa Rasulullah bersabda “wahai sekalian manusia sesungguhnya Aku telah meninggalkan pada kamu apa yang jika kamu pegang teguh pasti kamu sekalian tidak akan sesat selamanya yaitu Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis ini adalah hadis yang dhaif karena dalam sanadnya terdapat cacat pada perawinya yaitu Katsir bin Abdullah .</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Mizan Al Itidal (biografi Katsir bin Abdullah no 6943) karya Adz Dzahabi terdapat celaan pada Katsir bin Abdullah. Menurut Daruquthni Katsir bin Abdullah adalah matruk al hadis(ditinggalkan hadisnya). Abu Hatim menilai Katsir bin Abdullah tidak kuat. An Nasa’i menilai Katsir bin Abdullah tidak tsiqah.</div><div style="text-align: justify;">* Dalam At Taqrib at Tahdzib, Ibnu Hajar menyatakan Katsir bin Abdullah dhaif.</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Al Kasyf Adz Dzahaby menilai Katsir bin Abdullah wahin(lemah).</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Al Majruhin Ibnu Hibban juz 2 hal 221, Ibnu Hibban berkata tentang Katsir bin Abdullah “Hadisnya sangat mungkar” dan “Dia meriwayatkan hadis-hadis palsu dari ayahnya dari kakeknya yang tidak pantas disebutkan dalam kitab-kitab maupun periwayatan”</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Al Majruhin Ibnu Hibban juz 2 hal 221, Yahya bin Main berkata “Katsir lemah hadisnya”</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Kitab Al Jarh Wat Ta’dil biografi no 858, Abu Zur’ah berkata “Hadisnya tidak ada apa-apanya, dia tidak kuat hafalannya”.</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Adh Dhu’afa Al Kabir Al Uqaili (no 1555), Mutharrif bin Abdillah berkata tentang Katsir “Dia orang yang banyak permusuhannya dan tidak seorangpun sahabat kami yang mengambil hadis darinya”.</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Al Kamil Fi Dhu’afa Ar Rijal karya Ibnu Adi juz 6 hal 63, Ibnu Adi berkata perihal Katsir “Dan kebanyakan hadis yang diriwayatkannya tidak bisa dijadikan pegangan”.</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Al Kamil Fi Dhu’afa Ar Rijal karya Ibnu Adi juz 6 hal 63, Abu Khaitsamah berkata “Ahmad bin Hanbal berkata kepadaku : jangan sedikitpun engkau meriwayatkan hadis dari Katsir bin Abdullah”.</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Ad Dhu’afa Wal Matrukin Ibnu Jauzi juz III hal 24 terdapat perkataan Imam Syafii perihal Katsir bin Abdullah “Katsir bin Abdullah Al Muzanni adalah satu pilar dari berbagai pilar kedustaan”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jadi hadis Amr bin Awf ini sangat jelas kedhaifannya karena dalam sanadnya terdapat perawi yang matruk, dhaif atau tidak tsiqah dan pendusta.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jalur Abu Said Al Khudri ra</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis “Kitab Allah dan SunahKu” dengan jalan sanad dari Abu Said Al Khudri ra terdapat dalam Al Faqih Al Mutafaqqih jilid I hal 94 karya Al Khatib Baghdadi dan Al Ilma ‘ila Ma’rifah Usul Ar Riwayah wa Taqyid As Sima’ karya Qadhi Iyadh dengan sanad dari Saif bin Umar dari Ibnu Ishaq Al Asadi dari Shabbat bin Muhammad dari Abu Hazm dari Abu Said Al Khudri ra.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam rangkaian perawi ini terdapat perawi yang benar-benar dhaif yaitu Saif bin Umar At Tamimi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Mizan Al I’tidal no 3637 Yahya bin Mu’in berkata “Saif daif dan riwayatnya tidak kuat”.</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Ad Dhu’afa Al Matrukin no 256, An Nasa’i mengatakan kalau Saif bin Umar adalah dhaif.</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Al Majruhin no 443 Ibnu Hibban mengatakan Saif merujukkan hadis-hadis palsu pada perawi yang tsabit, ia seorang yang tertuduh zindiq dan seorang pemalsu hadis.</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Ad Dhu’afa Abu Nu’aim no 95, Abu Nu’aim mengatakan kalau Saif bin Umar adalah orang yang tertuduh zindiq, riwayatnya jatuh dan bukan apa-apanya.</div><div style="text-align: justify;">*</div><div style="text-align: justify;">* Dalam Tahzib At Tahzib juz 4 no 517 Abu Dawud berkata kalau Saif bukan apa-apa, Abu Hatim berkata “ia matruk”, Ad Daruquthni menyatakannya dhaif dan matruk. Al Hakim mengatakan kalau Saif tertuduh zindiq dan riwayatnya jatuh. Ibnu Adi mengatakan kalau hadisnya dikenal munkar dan tidak diikuti seorangpun.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jadi jelas sekali kalau hadis Abu Said Al Khudri ra ini adalah hadis yang dhaif karena kedudukan Saif bin Umar yang dhaif di mata para ulama.</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis Tersebut Dhaif</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dari semua pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hadis “Kitab Allah dan SunahKu” ini adalah hadis yang dhaif. Sebelum mengakhiri tulisan ini akan dibahas terlebih dahulu pernyataan Ali As Salus dalam Al Imamah wal Khilafah yang menyatakan shahihnya hadis “Kitab Allah Dan SunahKu”.</div><div style="text-align: justify;">Ali As Salus menyatakan bahwa hadis riwayat Imam Malik adalah shahih Walaupun dalam Al Muwatta hadis ini mursal. Beliau menyatakan bahwa hadis ini dikuatkan oleh hadis Abu Hurairah yang telah dishahihkan oleh As Suyuthi,Al Manawi dan Al Albani. Selain itu hadis mursal dalam Al Muwatta adalah shahih menurutnya dengan mengutip pernyataan Ibnu Abdil Barr yang menyatakan bahwa semua hadis mursal Imam Malik adalah shahih dan pernyataan As Suyuthi bahwa semua hadis mursal dalam Al Muwatta memiliki sanad yang bersambung yang menguatkannya dalam kitab-kitab lain.</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanggapan Terhadap Ali As Salus</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pernyataan pertama bahwa hadis Malik bin Anas dalam Al Muwatta adalah shahih walaupun mursal adalah tidak benar. Hal ini telah dijelaskan dalam tanggapan kami terhadap Hafiz Firdaus bahwa hadis mursal tidak bisa langsung dinyatakan shahih kecuali terdapat hadis shahih(bersambung sanadnya) lain yang menguatkannya. Dan kenyataannya hadis yang jadi penguat hadis mursal Al Muwatta ini adalah tidak shahih. Pernyataan Selanjutnya Ali As Salus bahwa hadis ini dikuatkan oleh hadis Abu Hurairah ra adalah tidak tepat karena seperti yang sudah dijelaskan, dalam sanad hadis Abu Hurairah ra ada Shalih bin Musa yang tidak dapat dijadikan hujjah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ali As Salus menyatakan bahwa hadis mursal Al Muwatta shahih berdasarkan</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Pernyataan Ibnu Abdil Barr yang menyatakan bahwa semua hadis mursal Imam Malik adalah shahih dan</div><div style="text-align: justify;">* Pernyataan As Suyuthi bahwa semua hadis mursal dalam Al Muwatta memiliki sanad yang bersambung yang menguatkannya dalam kitab-kitab lain.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mengenai pernyataan Ibnu Abdil Barr tersebut, jelas itu adalah pendapatnya sendiri dan mengenai hadis “Kitab Allah dan SunahKu” yang mursal dalam Al Muwatta Ibnu Abdil Barr telah mencari sanad hadis ini dan memuatnya dalam kitabnya At Tamhid dan Beliau menshahihkannya. Setelah dilihat ternyata hadis dalam At Tamhid tersebut tidaklah shahih karena cacat yang jelas pada perawinya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Begitu pula pernyataan As Suyuthi yang dikutip Ali As Salus di atas itu adalah pendapat Beliau sendiri dan As Suyuthi telah menjadikan hadis Abu Hurairah ra sebagai syahid atau pendukung hadis mursal Al Muwatta seperti yang Beliau nyatakan dalam Jami’ As Saghir dan Beliau menyatakan hadis tersebut hasan. Setelah ditelaah ternyata hadis Abu Hurairah ra itu adalah dhaif. Jadi Kesimpulannya tetap saja hadis “Kitab Allah dan SunahKu” adalah hadis yang dhaif.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;">Salah satu bukti bahwa tidak semua hadis mursal Al Muwatta shahih adalah apa yang dikemukakan oleh Syaikh Al Albani dalam Silisilatul Al Hadits Adh Dhaifah Wal Maudhuah hadis no 908</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Nabi Isa pernah bersabda”Janganlah kalian banyak bicara tanpa menyebut Allah karena hati kalian akan mengeras.Hati yang keras jauh dari Allah namun kalian tidak mengetahuinya.Dan janganlah kalian mengamati dosa-dosa orang lain seolah-olah kalian Tuhan,akan tetapi amatilah dosa-dosa kalian seolah kalian itu hamba.Sesungguhnya Setiap manusia itu diuji dan selamat maka kasihanilah orang-orang yang tengah tertimpa malapetaka dan bertahmidlah kepada Allah atas keselamatan kalian”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Riwayat ini dikemukakan Imam Malik dalam Al Muwatta jilid II hal 986 tanpa sanad yang pasti tetapi Imam Malik menempatkannya dalam deretan riwayat–riwayat yang muttashil(bersambung) atau marfu’ sanadnya sampai ke Rasulullah SAW.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Syaikh Al Albani berkata tentang hadis ini</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">”sekali lagi saya tegaskan memarfu’kan riwayat ini sampai kepada Nabi adalah kesalahan yang menyesatkan dan tidak ayal lagi merupakan kedustaan yang nyata-nyata dinisbatkan kepada Beliau padahal Beliau terbebas darinya”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pernyataan ini menunjukkan bahwa Syaikh Al Albani tidaklah langsung menyatakan bahwa hadis ini shahih hanya karena Imam Malik menempatkannya dalam deretan riwayat–riwayat yang muttashil atau marfu’ sanadnya sampai ke Rasulullah SAW. Justru Syaikh Al Albani menyatakan bahwa memarfu’kan hadis ini adalah kedustaan atau kesalahan yang menyesatkan karena berdasarkan penelitian beliau tidak ada sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW mengenai hadis ini.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Yang Aneh adalah pernyataan Ali As Salus dalam Imamah Wal Khilafah yang menyatakan bahwa hadis dengan matan “Kitab Allah dan Itrah Ahlul BaitKu” adalah dhaif dan yang shahih adalah hadis dengan matan “Kitab Allah dan SunahKu”. Hal ini jelas sangat tidak benar karena hadis dengan matan “Kitab Allah dan SunahKu” sanad-sanadnya tidak shahih seperti yang sudah dijelaskan dalam pembahasan di atas. Sedangkan hadis dengan matan “Kitab Allah dan Itrah Ahlul BaitKu” adalah hadis yang diriwayatkan banyak shahabat dan sanadnya jauh lebih kuat dari hadis dengan matan “Kitab Allah dan SunahKu”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jadi kalau hadis dengan matan “Kitab Allah dan SunahKu” dinyatakan shahih maka hadis dengan matan “Kitab Allah dan Itrah Ahlul BaitKu” akan jadi jauh lebih shahih. Ali As Salus dalam Imamah wal Khilafah telah membandingkan kedua hadis tersebut dengan metode yang tidak berimbang. Untuk hadis dengan matan “Kitab Allah dan Itrah Ahlul BaitKu” beliau mengkritik habis-habisan bahkan dengan kritik yang tidak benar sedangkan untuk hadis dengan matan “Kitab Allah dan SunahKu” beliau bertindak longgar(tasahul) dan berhujjah dengan pernyataan ulama lain yang juga telah memudahkan dalam penshahihan hadis tersebut. Wallahu’alam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">>> <a href="http://secondprince.wordpress.com/">Source</a></div>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-1190365620656401332011-03-09T14:01:00.000+07:002011-03-09T14:02:14.670+07:00Hadis Tsaqalain; Peninggalan Rasulullah SAW adalah Al Quran dan Ahlul Bait as<div style="text-align: justify;"><a href="http://dialogsunni-syiah.blogspot.com/">Dialog Sunni Syiah</a><br />
<b>Hadis Tsaqalain; Peninggalan Rasulullah SAW adalah Al Quran dan Ahlul Bait as</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebelum Junjungan kita yang mulia Al Imam Rasulullah SAW (Shalawat dan salam kepada Beliau SAW dan Keluarga suciNya as) berpulang ke rahmatullah, Beliau SAW telah berpesan kepada umatnya agar tidak sesat dengan berpegang teguh kepada dua peninggalannya atau Ats Tsaqalain yaitu Kitabullah Al Quranul Karim dan Itraty Ahlul Bait Rasul as. Seraya Beliau SAW juga mengingatkan kepada umatnya bahwa Al Quranul Karim dan Itraty Ahlul Bait Rasul as akan selalu bersama dan tidak akan berpisah sampai hari kiamat dan bertemu Rasulullah SAW di Telaga Kautsar Al Haudh.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Peninggalan Rasulullah SAW itu telah diriwayatkan dalam banyak hadis dengan sanad yang berbeda dan shahih dalam kitab-kitab hadis. Diantara kitab-kitab hadis itu adalah Shahih Muslim, Sunan Ad Darimi, Sunan Tirmidzi, Musnad Abu Ya’la, Musnad Al Bazzar, Mu’jam At Thabrani, Musnad Ahmad bin Hanbal, Shahih Ibnu Khuzaimah, Mustadrak Ash Shahihain, Majma Az Zawaid Al Haitsami, Jami’As Saghir As Suyuthi dan Al Kanz al Ummal. Dalam Tulisan ini akan dituliskan beberapa hadis Tsaqalain yang shahih dalam Shahih Muslim, Mustadrak Ash Shahihain, Sunan Tirmidzi dan Musnad Ahmad bin Hanbal.</div><div style="text-align: justify;"><a name='more'></a><br />
</div><div style="text-align: justify;">1.Hadis riwayat Imam Muslim dalam Shahih Muslim juz II hal 279 bab Fadhail Ali</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Muslim meriwayatkan telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Shuja’ bin Makhlad dari Ulayyah yang berkata Zuhair berkata telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim dari Abu Hayyan dari Yazid bin Hayyan yang berkata ”Aku, Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim pergi menemui Zaid bin Arqam. Setelah kami duduk bersamanya berkata Husain kepada Zaid ”Wahai Zaid sungguh engkau telah mendapat banyak kebaikan. Engkau telah melihat Rasulullah SAW, mendengarkan hadisnya, berperang bersamanya dan shalat di belakangnya. Sungguh engkau mendapat banyak kebaikan wahai Zaid. Coba ceritakan kepadaku apa yang kamu dengar dari Rasulullah SAW. Berkata Zaid “Hai anak saudaraku, aku sudah tua, ajalku hampir tiba, dan aku sudah lupa akan sebagian yang aku dapat dari Rasulullah SAW. Apa yang kuceritakan kepadamu terimalah,dan apa yang tidak kusampaikan janganlah kamu memaksaku untuk memberikannya.</div><div style="text-align: justify;">Lalu Zaid berkata ”pada suatu hari Rasulullah SAW berdiri di hadapan kami di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum seraya berpidato, maka Beliau SAW memanjatkan puja dan puji atas Allah SWT, menyampaikan nasehat dan peringatan. Kemudian Beliau SAW bersabda “Ketahuilah wahai manusia sesungguhnya aku hanya seorang manusia. Aku merasa bahwa utusan Tuhanku (malaikat maut) akan segera datang dan Aku akan memenuhi panggilan itu. Dan Aku tinggalkan padamu dua pusaka (Ats-Tsaqalain). Yang pertama Kitabullah (Al-Quran) di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya,maka berpegang teguhlah dengan Kitabullah”. Kemudian Beliau melanjutkan, “dan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lalu Husain bertanya kepada Zaid ”Hai Zaid siapa gerangan Ahlul Bait itu? Tidakkah istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait? Jawabnya “Istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait. Tetapi yang dimaksud Ahlul Bait disini adalah orang yang tidak diperkenankan menerima sedekah setelah wafat Nabi SAW”, Husain bertanya “Siapa mereka?”.Jawab Zaid ”Mereka adalah Keluarga Ali, Keluarga Aqil, Keluarga Ja’far dan Keluarga Ibnu Abbes”. Apakah mereka semua diharamkan menerima sedekah (zakat)?” tanya Husain; “Ya”, jawabnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis di atas terdapat dalam Shahih Muslim, perlu dinyatakan bahwa yang menjadi pesan Rasulullah SAW itu adalah sampai perkataan “kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku” sedangkan yang selanjutnya adalah percakapan Husain dan Zaid perihal Siapa Ahlul Bait. Yang menarik bahwa dalam Shahih Muslim di bab yang sama Fadhail Ali, Muslim juga meriwayatkan hadis Tsaqalain yang lain dari Zaid bin Arqam dengan tambahan percakapan yang menyatakan bahwa Istri-istri Nabi tidak termasuk Ahlul Bait, berikut kutipannya</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Kami berkata “Siapa Ahlul Bait? Apakah istri-istri Nabi? Kemudian Zaid menjawab ”Tidak, Demi Allah, seorang wanita (istri) hidup dengan suaminya dalam masa tertentu jika suaminya menceraikannya dia akan kembali ke orang tua dan kaumnya. Ahlul Bait Nabi adalah keturunannya yang diharamkan untuk menerima sedekah”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Hadis shahih dalam Mustadrak As Shahihain Al Hakim juz III hal 148</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al Hakim meriwayatkan telah menceritakan kepada kami seorang faqih dari Ray Abu Bakar Muhammad bin Husain bin Muslim, yang mendengar dari Muhammad bin Ayub yang mendengar dari Yahya bin Mughirah al Sa’di yang mendengar dari Jarir bin Abdul Hamid dari Hasan bin Abdullah An Nakha’i dari Muslim bin Shubayh dari Zaid bin Arqam yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda. “Kutinggalkan kepadamu dua peninggalan (Ats Tsaqalain), kitab Allah dan Ahlul BaitKu. Sesungguhnya keduanya tak akan berpisah, sampai keduanya kembali kepadaKu di Al Haudh“</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al Hakim menyatakan dalam Al Mustadrak As Shahihain bahwa sanad hadis ini shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Hadis shahih dalam kitab Mustadrak As Shahihain Al Hakim, Juz III hal 109.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al Hakim meriwayatkan telah menceritakan kepada kami Abu Husain Muhammad bin Ahmad bin Tamim Al Hanzali di Baghdad yang mendengar dari Abu Qallabah Abdul Malik bin Muhammad Ar Raqqasyi yang mendengar dari Yahya bin Hammad; juga telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Balawaih dan Abu Bakar Ahmad bin Ja’far Al Bazzaz, yang keduanya mendengar dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal yang mendengar dari ayahnya yang mendengar dari Yahya bin Hammad; dan juga telah menceritakan kepada kami Faqih dari Bukhara Abu Nasr Ahmad bin Suhayl yang mendengar dari Hafiz Baghdad Shalih bin Muhammad yang mendengar dari Khallaf bin Salim Al Makhrami yang mendengar dari Yahya bin Hammad yang mendengar dari Abu Awanah dari Sulaiman Al A’masy yang berkata telah mendengar dari Habib bin Abi Tsabit dari Abu Tufail dari Zaid bin Arqam ra yang berkata</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">“Rasulullah SAW ketika dalam perjalanan kembali dari haji wada berhenti di Ghadir Khum dan memerintahkan untuk membersihkan tanah di bawah pohon-pohon. Kemudian Beliau SAW bersabda” Kurasa seakan-akan aku segera akan dipanggil (Allah), dan segera pula memenuhi panggilan itu, Maka sesungguhnya aku meninggalkan kepadamu Ats Tsaqalain(dua peninggalan yang berat). Yang satu lebih besar (lebih agung) dari yang kedua : Yaitu kitab Allah dan Ittrahku. Jagalah Baik-baik dan berhati-hatilah dalam perlakuanmu tehadap kedua peninggalanKu itu, sebab Keduanya takkan berpisah sehingga berkumpul kembali denganKu di Al Haudh. Kemudian Beliau SAW berkata lagi: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla adalah maulaku, dan aku adalah maula setiap Mu’min. Lalu Beliau SAW mengangkat tangan Ali Bin Abi Thalib sambil bersabda : Barangsiapa yang menganggap aku sebagai maulanya, maka dia ini (Ali bin Abni Thalib) adalah juga maula baginya. Ya Allah, cintailah siapa yang mencintainya, dan musuhilah siapa yang memusuhinya“</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al Hakim telah menyatakan dalam Al Mustadrak As Shahihain bahwa hadis ini shahih sesuai dengan persyaratan Bukhari dan Muslim.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Hadis shahih dalam kitab Mustadrak As Shahihain Al Hakim, Juz III hal 110.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al Hakim meriwayatkan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Ishaq dan Da’laj bin Ahmad Al Sijzi yang keduanya mendengar dari Muhammad bin Ayub yang mendengar dari Azraq bin Ali yang mendengar dari Hasan bin Ibrahim Al Kirmani yang mendengar dari Muhammad bin Salamah bin Kuhail dari Ayahnya dari Abu Tufail dari Ibnu Wathilah yang mendengar dari Zaid bin Arqam ra yang berkata “Rasulullah SAW berhenti di suatu tempat di antara Mekkah dan Madinah di dekat pohon-pohon yang teduh dan orang-orang membersihkan tanah di bawah pohon-pohon tersebut. Kemudian Rasulullah SAW mendirikan shalat, setelah itu Beliau SAW berbicara kepada orang-orang. Beliau memuji dan mengagungkan Allah SWT, memberikan nasehat dan mengingatkan kami. Kemudian Beliau SAW berkata” Wahai manusia, Aku tinggalkan kepadamu dua hal atau perkara, yang apabila kamu mengikuti dan berpegang teguh pada keduanya maka kamu tidak akan tersesat yaitu Kitab Allah (Al Quranul Karim) dan Ahlul BaitKu, ItrahKu. Kemudian Beliau SAW berkata tiga kali “Bukankah Aku ini lebih berhak terhadap kaum muslimin dibanding diri mereka sendiri.. Orang-orang menjawab “Ya”. Kemudian Rasulullah SAW berkata” Barangsiapa yang menganggap aku sebagai maulanya, maka Ali adalah juga maulanya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al Hakim telah menyatakan dalam Al Mustadrak As Shahihain bahwa hadis ini shahih sesuai dengan persyaratan Bukhari dan Muslim.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Hadis dalam Musnad Ahmad jilid V hal 189</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Abdullah meriwayatkan dari Ayahnya,dari Ahmad Zubairi dari Syarik dari Rukayn dari Qasim bin Hishan dari Zaid bin Tsabit ra, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya Aku meninggalkan dua khalifah bagimu, Kitabullah dan Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya datang ke telaga Al Haudh bersama-sama”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis di atas diriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari ayahnya Ahmad bin Hanbal, keduanya sudah dikenal tsiqat di kalangan ulama, Ahmad Zubairi. Beliau adalah Muhammad bin Abdullah Abu Ahmad Al Zubairi Al Habbal telah dinyatakan tsiqat oleh Yahya bin Muin dan Al Ajili.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Syarik bin Abdullah bin Sinan adalah salah satu Rijal Muslim, Yahya bin Main berkata “Syuraik itu jujur dan tsiqat”. Ahmad bin Hanbal dan Ajili menyatakan Syuraik tsiqat. Ibnu Ya’qub bin Syaiban berkata” Syuraik jujur dan tsiqat tapi jelek hafalannya”. Ibnu Abi Hatim berkata” hadis Syuraik dapat dijadikan hujjah”. Ibnu Saad berkata” Syuraik tsiqat, terpercaya tapi sering salah”.An Nasai berkata ”tak ada yang perlu dirisaukan dengannya”. Ahmad bin Adiy berkata “kebanyakan hadis Syuraik adalah shahih”.(Mizan Al Itidal adz Dzahabi jilid 2 hal 270 dan Tahdzib At Tahdzib Ibnu Hajar jilid 4 hal 333).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Rukayn (Raqin) bin Rabi’Abul Rabi’ Al Fazari adalah perawi yang tsiqat .Beliau dinyatakan tsiqat oleh Ahmad bin Hanbal, An Nasai, Yahya bin Main, Ibnu Hajar dan juga dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Hibban dalam kitab Ats Tsiqat Ibnu Hibban.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Qasim bin Hishan adalah perawi yang tsiqah. Ahmad bin Saleh menyatakan Qasim tsiqah. Ibnu Hibban menyatakan bahwa Qasim termasuk dalam kelompok tabiin yang tsiqah. Dalam Majma Az Zawaid ,Al Haitsami menyatakan tsiqah kepada Qasim bin Hishan. Adz Dzahabi dan Al Munziri menukil dari Bukhari bahwa hadis Qasim itu mungkar dan tidak shahih. Tetapi Hal ini telah dibantah oleh Ahmad Syakir dalam Musnad Ahmad jilid V,beliau berkata”Saya tidak mengerti apa sumber penukilan Al Munziri dari Bukhari tentang Qasim bin Hishan itu. Sebab dalam Tarikh Al Kabir Bukhari tidak menjelaskan biografi Qasim demikian juga dalam kitab Adh Dhu’afa. Saya khawatir bahwa Al Munziri berkhayal dengan menisbatkan hal itu kepada Al Bukhari”. Oleh karena itu Syaikh Ahmad Syakir menguatkannya sebagai seorang yang tsiqah dalam Syarh Musnad Ahmad.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jadi hadis dalam Musnad Ahmad diatas adalah hadis yang shahih karena telah diriwayatkan oleh perawi-perawi yang dikenal tsiqah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hadis dalam Musnad Ahmad jilid V hal 181-182</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Riwayat dari Abdullah dari Ayahnya dari Aswad bin ‘Amir, dari Syarik dari Rukayn dari Qasim bin Hishan, dari Zaid bin Tsabit, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda”Sesungguhnya Aku meninggalkan dua khalifah bagimu Kitabullah, tali panjang yang terentang antara langit dan bumi atau diantara langit dan bumi dan Itrati Ahlul BaitKu. Dan Keduanya tidak akan terpisah sampai datang ke telaga Al Haudh”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis di atas diriwayatkan dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari ayahnya Ahmad bin Hanbal, Semua perawi hadis Musnad Ahmad di atas telah dijelaskan sebelumnya kecuali Aswad bin Amir Shadhan Al Wasithi. Beliau adalah salah satu Rijal atau perawi Bukhari Muslim. Al Qaisarani telah menyebutkannya di antara perawi-perawi Bukhari Muslim dalam kitabnya Al Jam’u Baina Rijalisy Syaikhain. Selain itu Aswad bin Amir dinyatakan tsiqat oleh Ali bin Al Madini, Ibnu Hajar, As Suyuthi dan juga disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Kitabnya Ats Tsiqat Ibnu Hibban. Oleh karena itu hadis Musnad Ahmad di atas sanadnya shahih.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">7. Hadis dalam Sunan Tirmidzi jilid 5 halaman 662 – 663</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">At Tirmidzi meriwayatkan telah bercerita kepada kami Ali bin Mundzir al-Kufi, telah bercerita kepada kami Muhammad bin Fudhail, telah bercerita kepada kami Al-A’masy, dari ‘Athiyyah, dari Abi Sa’id dan Al-A’masy, dari Habib bin Abi Tsabit, dari Zaid bin Arqam yang berkata, ‘Rasulullah saw telah bersabda, ‘Sesungguhnya aku tinggalkan padamu sesuatu yang jika kamu berpegang teguh kepadanya niscaya kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yang mana yang satunya lebih besar dari yang lainnya, yaitu Kitab Allah, yang merupakan tali penghubung antara langit dan bumi, dan ‘itrah Ahlul BaitKu. Keduanya tidak akan pernah berpisah sehingga datang menemuiku di telaga. Maka perhatikanlah aku dengan apa yang kamu laksanakan kepadaku dalam keduanya”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam Tahdzib at Tahdzib jilid 7 hal 386 dan Mizan Al I’tidal jilid 3 hal 157, Ali bin Mundzir telah dinyatakan tsiqat oleh banyak ulama seperti Ibnu Abi Hatim,Ibnu Namir,Imam Sha’sha’i dan lain-lain,walaupun Ali bin Mundzir dikenal sebagai seorang syiah. Mengenai hal ini Mahmud Az Za’by dalam bukunya Sunni yang Sunni hal 71 menyatakan tentang Ali bin Mundzir ini “para ulama telah menyatakan ketsiqatan Ali bin Mundzir. Padahal mereka tahu bahwa Ali adalah syiah. Ini harus dipahami bahwa syiah yang dimaksud disini adalah syiah yang tidak merusak sifat keadilan perawi dengan catatan tidak berlebih-lebihan. Artinya ia hanya berpihak kepada Ali bin Abu Thalib dalam pertikaiannya melawan Muawiyah. Tidak lebih dari itu. Inilah pengertian tasyayyu menurut ulama sunni. Karena itu Ashabus Sunan meriwayatkan dan berhujjah dengan hadis Ali bin Mundzir”.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Muhammad bin Fudhail,dalam Hadi As Sari jilid 2 hal 210,Tahdzib at Tahdzib jilid 9 hal 405 dan Mizan al Itidal jilid 4 hal 9 didapat keterangan tentang beliau. Ahmad berkata”Ia berpihak kepada Ali, tasyayyu. Hadisnya baik” Yahya bin Muin menyatakan Muhammad bin Fudhail adalah tsiqat. Abu Zara’ah berkata”ia jujur dan ahli Ilmu”.Menurut Abu Hatim,Muhammad bin Fudhail adalah seorang guru.Nasai tidak melihat sesuatu yang membahayakan dalam hadis Muhammad bin Fudhail. Menurut Abu Dawud ia seorang syiah yang militan. Ibnu Hibban menyebutkan dia didalam Ats Tsiqat seraya berkata”Ibnu Fudhail pendukung Ali yang berlebih-lebihan”Ibnu Saad berkata”Ia tsiqat,jujur dan banyak memiliki hadis.Ia pendukung Ali”. Menurut Ajli,Ibnu Fudhail orang kufah yang tsiqat tetapi syiah. Ali bin al Madini memandang Muhammad bin Fudhail sangat tsiqat dalam hadis. Daruquthni juga menyatakan Muhammad bin Fudhail sangat tsiqat dalam hadis.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Al A’masy atau Sulaiman bin Muhran Al Kahili Al Kufi Al A’masy adalah perawi Kutub As Sittah yang terkenal tsiqat dan ulama hadis sepakat tentang keadilan dan ketsiqatan Beliau..(Mizan Al Itidal adz Dzahabi jilid 2 hal 224 dan Tahdzib At Tahdzib Ibnu Hajar jilid 4 hal 222).Dalam hadis Sunan Tirmidzi di atas A’masy telah meriwayatkan melalui dua jalur yaitu dari Athiyyah dari Abu Said dan dari Habib bin Abi Tsabit dari Zaid bin Arqam.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Athiyyah bin Sa’ad al Junadah Al Awfi adalah tabiin yang dikenal dhaif. Menurut Adz Dzahabi Athiyyah adalah seorang tabiin yang dikenal dhaif ,Abu Hatim berkata hadisnya dhaif tapi bisa didaftar atau ditulis, An Nasai juga menyatakan Athiyyah termasuk kelompok orang yang dhaif, Abu Zara’ah juga memandangnya lemah. Menurut Abu Dawud Athiyyah tidak bisa dijadikan sandaran atau pegangan.Menurut Al Saji hadisnya tidak dapat dijadikan hujjah,Ia mengutamakan Ali ra dari semua sahabat Nabi yang lain. Salim Al Muradi menyatakan bahwa Athiyyah adalah seorang syiah. Abu Ahmad bin Adi berkata walaupun ia dhaif tetapi hadisnya dapat ditulis. Kebanyakan ulama memang memandang Athiyyah dhaif tetapi Ibnu Saad memandang Athiyyah tsiqat,dan berkata insya Allah ia mempunyai banyak hadis yang baik,sebagian orang tidak memandang hadisnya sebagai hujjah. Yahya bin Main ditanya tentang hadis Athiyyah ,ia menjawab “Bagus”.(Mizan Al ‘Itidal jilid 3 hal 79).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Habib bin Abi Tsabit Al Asadi Al Kahlili adalah Rijal Bukhari dan Muslim dan para ulama hadis telah sepakat akan keadilan dan ketsiqatan beliau, walaupun beliau juga dikenal sebagai mudallis (Tahdzib At Tahdzib jilid 2 hal 178). Jadi dari dua jalan dalam hadis Sunan Tirmidzi di atas, sanad Athiyyah semua perawinya tsiqat selain Athiyyah yang dikenal dhaif walaupun Beliau di ta’dilkan oleh Ibnu Saad dan Ibnu Main. Sedangkan sanad Habib semua perawinya tsiqat tetapi dalam hadis di atas A’masy dan Habib meriwayatkan dengan lafal ‘an (mu’an ‘an) padahal keduanya dikenal mudallis. Walaupun begitu banyak hal yang menguatkan sanad Habib ini sehingga hadisnya dinyatakan shahih yaitu</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Dalam kitab Mustadrak As Shahihain Al Hakim, Juz III hal 109 terdapat hadis tsaqalain yang menyatakan bahwa A’masy mendengar langsung dari Habib.(lihat hadis no 3 di atas). Sulaiman Al A’masy yang berkata telah mendengar dari Habib bin Abi Tsabit dari Abu Tufail dari Zaid bin Arqam ra. Dan hadis ini telah dinyatakan shahih oleh Al Hakim.</div><div style="text-align: justify;">* Syaikh Ahmad Syakir telah menshahihkan cukup banyak hadis dengan lafal’an dalam Musnad Ahmad salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan dengan lafal ‘an oleh A’masyi dan Habib(A’masy dari Habib dari…salah seorang sahabat).</div><div style="text-align: justify;">* Hadis Sunan Tirmidzi ini telah dinyatakan hasan gharib oleh At Tirmidzi dan telah dinyatakan shahih oleh Syaikh Nashiruddin Al Albani dalam Shahih Sunan Turmudzi dan juga telah dinyatakan shahih oleh Hasan As Saqqaf dalam Shahih Sifat Shalat An Nabiy.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Semua hadis di atas menyatakan dengan jelas bahwa apa yang merupakan peninggalan Rasulullah SAW yang disebut Ats Tsaqalain (dua peninggalan) itu adalah Al Quran dan Ahlul Bait as. Sebagian orang ada yang menyatakan bahwa hadis itu tidak mengharuskan untuk berpegang teguh kepada Al Quran dan Ahlul Bait melainkan hanya berpegang teguh kepada Al Quran sedangkan tentang Ahlul Bait hadis itu mengingatkan bahwa kita harus menjaga hak-hak Ahlul Bait, mencintai dan menghormati Mereka. Sebagian orang tersebut telah berdalil dengan hadis Tsaqalain Shahih Muslim, Sunan Ad Darimi dan Musnad Ahmad yang memiliki redaksi kuperingatkan kalian akan Ahlul BaitKu, dan menyatakan bahwa dalam hadis tersebut tidak terdapat indikasi untuk berpegang teguh pada Ahlul Bait.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Terhadap pernyataan ini kami tidak sependapat dan dengan jelas kami menyatakan bahwa pendapat itu adalah tidak benar. Tentu saja sebagai seorang Muslim kita harus mencintai dan menghormati serta menjaga hak-hak Ahlul Bait tetapi hadis Tsaqalain jelas menyatakan keharusan berpegang teguh kepada Ahlul Bait dan hal ini telah ditetapkan dengan hadis-hadis yang shahih. Dalam hadis Tsaqalain Shahih Muslim, Sunan Ad Darimi dan Musnad Ahmad yang memiliki redaksi kuperingatkan kalian akan Ahlul BaitKu, juga tidak terdapat kata-kata yang menyatakan bahwa yang dimaksud itu adalah menjaga hak-hak Ahlul Bait, mencintai dan menghormati Mereka. Justru semua hadis ini harus dikumpulkan dengan hadis Tsaqalain yang lain yang memiliki redaksi berpegang teguh kepada Ahlul Bait atau redaksi Al Quran dan Ahlul Bait selalu bersama dan tidak akan berpisah. Dengan mengumpulkan semua hadis itu dapat diketahui bahwa peringatan Rasulullah SAW dalam kata-kata kuperingatkan kalian akan Ahlul BaitKu, tersebut adalah keharusan berpegang teguh kepada Ahlul Bait as.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sebagian orang yang kami maksud (Ibnu Taimiyah dalam Minhaj As Sunnah dan Ali As Salus dalam Imamah Wal Khilafah). telah menyatakan bahwa hadis–hadis yang memiliki redaksi berpegang teguh kepada Ahlul Bait atau redaksi Al Quran dan Ahlul Bait selalu bersama dan tidak akan berpisah adalah tidak shahih. Kami dengan jelas menyatakan bahwa hal ini tidaklah benar karena hadis tersebut adalah hadis yang shahih seperti yang telah kami nyatakan di atas dan cukup banyak ulama yang telah menguatkan kebenarannya. Cukuplah disini dinyatakan pendapat Syaikh Nashirudin Al Albani yang telah menyatakan shahihnya hadis Tsaqalain tersebut dalam kitab Shahih Sunan Tirmidzi, Shahih Jami’ As Saghir dan Silsilah Al Hadits Al Shahihah .</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bahwa Rasulullah SAW bersabda “Wahai manusia sesungguhnya Aku meninggalkan untuk kalian apa yang jika kalian berpegang kepadanya niscaya kalian tidak akan sesat ,Kitab Allah dan Itrati Ahlul BaitKu”.(Hadis riwayat Tirmidzi,Ahmad,Thabrani,Thahawi dan dishahihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albany dalam kitabnya Silsilah Al Hadits Al Shahihah no 1761).</div><br />
<a href="http://secondprince.wordpress.com/">Source</a>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-68248759362414180872011-03-08T18:32:00.000+07:002011-03-08T18:37:56.554+07:00Muawiyyah si Pengingkar Hadis Nabi Saaw<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgj-RvuWt0IiJsWgkZBE09pFGbr0fM_NesX3r7xpC_wdo6piShHeCVtvqraiESWBMdq2Ged4VkzDPVmyJ6b1edXrfer_agLQruWLW4Oap9mwb8qC2YMqwlzLlsqmQyy2DTh-VBDtJEGfGga/s1600/setan1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="188" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgj-RvuWt0IiJsWgkZBE09pFGbr0fM_NesX3r7xpC_wdo6piShHeCVtvqraiESWBMdq2Ged4VkzDPVmyJ6b1edXrfer_agLQruWLW4Oap9mwb8qC2YMqwlzLlsqmQyy2DTh-VBDtJEGfGga/s200/setan1.jpg" width="200" /></a></div><b>Muawiyyah si Pengingkar Hadis Nabi Saaw</b><br />
<br />
<div style="text-align: justify;">Percayakah anda bahwa ada orang yang meninggalkan sunnah karena kebenciannya terhadap Imam Ali. Mau percaya atau tidak semuanya terserah kepada anda sendiri, saya hanya menampilkan riwayat yang memang menyebutkan hal yang demikian.</div><br />
<div style="text-align: justify;">أخبرنا أبو الحسن محمد بن الحسين العلوي أنبأ عبد الله بن محمد بن الحسن بن الشرقي ثنا علي بن سعيد النسوي ثنا خالد بن مخلد ثنا علي بن صالح عن ميسرة بن حبيب النهدي عن المنهال بن عمرو عن سعيد بن جبير قال كنا عند بن عباس بعرفة فقال يا سعيد ما لي لا أسمع الناس يلبون فقلت يخافون معاوية فخرج بن عباس من فسطاطه فقال لبيك اللهم لبيك وإن رغم أنف معاوية اللهم العنهم فقد تركوا السنة من بغض علي رضي الله عنه</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Telah mengabarkan kepada kami Abu Hasan Muhammad bin Husein Al ‘Alawiy yang berkata telah memberitakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad bin Hasan bin Asy Syarqiy yang berkata:</div><a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Sa’id A Nasawiy yang berkata telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad yang berkata menceritakan kepada kami ‘Ali bin Shalih dari Maisarah bin Habiib An Nahdiy dari Minhal bin ‘Amru dari Sa’id bin Jubair yang berkata “kami di sisi Ibnu Abbas di ‘Arafah, dan ia berkata “wahai Sa’id kenapa aku tidak mendengar orang-orang bertalbiyah, aku berkata “mereka takut kepada Mu’awiyah”. Maka Ibnu Abbas keluar dari tempatnya dan berkata “labbaikallahumma labbaik, dan celaka [terhinalah] Mu’awiyah, ya Allah laknatlah mereka, mereka meninggalkan sunnah karena kebencian terhadap Ali radiallahu ‘anhu [Sunan Baihaqi 5/113 no 9230]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis ini sanadnya hasan. Para perawinya tsiqat kecuali Khalid bin Makhlad dia salah satu syaikh [guru] Bukhari yang diperbincangkan tetapi perbincangan itu tidak menurunkan hadisnya dari tingkatan hasan. Pendapat yang rajih Khalid bin Makhlad seorang yang shaduq hasanul hadits.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Abul Hasan Muhammad bin Husein bin Dawud bin ‘Ali Al ‘Alawiy An Naisaburi. Adz Dzahabi menyebutnya Imam Sayyid Muhaddis Shaduq Musnad Khurasan [Siyar ‘Alam An Nubala 17/98 no 60]. Dia adalah guru Baihaqi yang utama dimana Baihaqi telah menshahihkan hadisnya [Sunan Baihaqi 5/142 no 9408]. Pernyataan Baihaqi kalau sanadnya shahih berarti Baihaqi menganggap Abu Hasan Al ‘Alawiy seorang yang tsiqat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* ‘Abdullah bin Muhammad bin Hasan bin Asy Syarqiy termasuk seorang yang tsiqat dalam hadis. As Sam’aniy berkata “ia dalam hadis seorang yang tsiqat dan ma’mun” [Al Ansab As Sam’aniy 3/149]. Al Khalili menyatakan ia tidak kuat [Al Irsyad 2/471] tetapi jarh ini tidak memiliki alasan atau jarh mubham apalagi jarh laisa bil qawiy adalah jarh yang ringan dan bisa diartikan sebagai perawi yang hasanul hadits [tidak sampai ke derajat shahih]. Adz Dzahabi mengatakan kalau ia shahih pendengarannya [dalam hal hadis] dari Adz Dzahili dan yang satu thabaqat dengannya dan ia diperbincangkan karena sering meminum minuman yang memabukkan [Mizan Al I’tidal juz 2 no 4664]. Tetapi tuduhan ini masih perlu diteliti kembali karena besar kemungkinan yang diminum adalah nabiidz.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Ali bin Sa’id An Nasawiy Abu Hasan dia seorang yang tsiqat dan tinggal di Naisabur ia mendengar hadis dari Abu Dawud, Abdus Shamad bin Abdul Warits dan Abu Ashim, telah mendengar darinya Ibnu Abi Khaitsamah [Al Irsyad Al Khalili 2/443]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Khalid bin Makhlad Al Qazhwaniy adalah perawi Bukhari [termasuk guru Bukhari], Muslim, Abu Dawud dalam Musnad Malik, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah. Ahmad berkata ia memiliki hadis-hadis mungkar. Abu Hatim berkata “ditulis hadisnya”. Abu Dawud menyatakan ia shaduq tasyayyu’. Ibnu Ma’in menyatakan tidak ada masalah padanya [yang berarti tsiqat]. Ibnu Adiy berkata “ia termasuk yang memiliki banyak riwayat, di sisiku insya Allah tidak ada masalah padanya”. Ibnu Sa’ad menyatakan ia mungkar al hadits dan berlebihan dalam tasyayyu’. Al Ijli berkata “ia tsiqat dan sedikit tasyayyu’ serta banyak meriwayatkan hadis”. Shalih bin Muhammad berkata “ia tsiqat dalam hadis hanya saja dituduh ghuluw”. Al Azdiy berkata “di dalam hadisnya terdapat sebagian yang kami ingkari tetapi di sisi kami ia termasuk orang yang jujur”. Ibnu Syahin memasukkannya dalam Ats Tsiqat dimana Utsman bin Abi Syaibah berkata “tsiqat shaduq”. As Saji dan Al Uqaili memasukkanya dalam Adh Dhu’afa dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 3 no 221]. Ibnu Hajar berkata “dia shaduq tasyayyu’ dan memiliki riwayat afrad” [At Taqrib 1/263]. Adz Dzahabi berkata “Syaikh [guru] Bukhari yang syiah shaduq” [Man Tukullima Fiihi Wa Huwa Muwatstsaq no 100]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* ‘Ali bin Shalih bin Shalih bin Hay Al Hamdaniy adalah perawi Muslim dan Ashabus Sunan. Ahmad, Ibnu Ma’in, Nasa’i menyatakan ia tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli menyatakan ia tsiqat. Utsman Ad Darimi dari Ibnu Ma’in berkata “tsiqat ma’mun”. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat insya Allah hadisnya sedikit” [At Tahdzib juz 7 no 561]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat dan ahli ibadah [At Taqrib 1/696].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Maisarah bin Habib An Nahdiy termasuk perawi Bukhari dalam Adabul Mufrad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i. Telah meriwayatkan darinya Syu’bah [itu berarti menurut Syu’bah ia tsiqat]. Ahmad, Ibnu Ma’in, Al Ijli dan Nasa’i menyatakan ia tsiqat. Abu Dawud berkata “ma’ruf [dikenal]”. Abu Hatim berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. [At Tahdzib juz 10 no 691]. Ibnu Hajar menyatakan ia shaduq [At Taqrib 2/232]. Adz Dzahabi menyatakan “tsiqat” [Al Kasyf no 5752]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Minhal bin ‘Amru Al Asdiy termasuk perawi Bukhari dan Ashabus Sunan. Ibnu Ma’in, Nasa’i, Al Ijli menyatakan tsiqat. Daruquthni menyatakan ia shaduq. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Abdullah bin Ahmad berkata aku mendengar ayahku mengatakan Syu’bah meninggalkan Minhal bin ‘Amru. Wahab bin Jarir dari Syu’bah yang berkata “aku datang ke rumah Minhal kemudian aku mendengar suara tambur maka aku kembali tanpa bertanya kepadanya. Wahab bin Jarir berkata “bukankah sebaiknya kau bertanya padanya, bisa saja ia tidak mengetahui hal itu”. [At Tahdzib juz 10 no 556]. Ibnu Hajar menyatakan shaduq dikatakan pernah salah [At Taqrib 2/216]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Sa’id bin Jubair termasuk perawi kutubus sittah yang dikenal tsiqat. Ia adalah tabiin murid Ibnu Abbas yang terkenal. Abu Qasim At Thabari berkata “ia tsiqat imam hujjah kaum muslimin”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat dan berkata “ia seorang yang faqih ahli ibadah memiliki keutamaan dan bersifat wara’. [At Tahdzib juz 4 no 14]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit faqih” [At Taqrib 1/349]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sudah jelas kalau hadis ini sanadnya hasan. Sebagian orang berusaha melemahkan hadis ini dengan melemahkan Abu Muhammad Asy Syarqi Abdullah bin Muhammad bin Hasan karena ia sering minum minuman yang memabukkan [muskir]. Anehnya jika mereka konsisten maka seharusnya mereka juga melemahkan dan menolak para sahabat yang meminum khamar seperti Mu’awiyah dan Walid bin Uqbah. Kenyataannya mereka tetap menerima riwayat kedua sahabat tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dan bagi mereka yang akrab dengan kitab rijal maka hal-hal seperti ini cukup ma’ruf [dikenal ] yaitu terdapat beberapa perawi yang tetap dita’dilkan oleh ulama walaupun ia meminum minuman yang memabukkan. Hamzah As Sahmiy mendengar Abu Zur’ah Muhammad bin Yusuf Al Junaidiy pernah berkata tentang perawi yang bernama Ma’bad bin Jum’ah “ia tsiqat hanya saja ia memimum minuman yang memabukkan” [Tarikh Al Jurjani no 951]. Kemudian terkait dengan lafaz yang digunakan dalam kitab rijal, lafaz tersebut bukan “khamar” tetapi “muskir” dimana pada lafaz ini terdapat ulama yang mengatakan kalau yang mereka minum adalah nabiidz. Dan memang nabiidz ini dperselisihkan oleh sebagian ulama kedudukannya. Terdapat para ulama yang menghalalkan nabidz diantaranya An Nakhaiy dan ulama irak lainnya kemudian tetap banyak para ulama yang menta’dil mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Hadis Ibnu ‘Abbas di atas juga dikuatkan oleh jalur lain yang tidak melewati Abu Muhammad Asy Syarqiy dari ‘Ali bin Sa’id dari Khalid bin Makhlad. Ali bin Sa’id An Nasawiy dalam periwayatannya dari Khalid bin Makhlad memiliki mutaba’ah yaitu Ahmad bin Utsman bin Hakim Al Kufy sebagaimana yang disebutkan dalam Sunan Nasa’i 2/419 no 3993 dimana Ahmad bin Utsman bin Hakin seorang yang tsiqat [At Taqrib 1/42]. Selain itu Ali bin Sa’id juga memiliki mutaba’ah dari Ali bin Muslim As Sulamiy sebagaimana disebutkan dalam Shahih Ibnu Khuzaimah 4/260 no 2830. Ali bin Muslim As Sulamiy adalah syaikh [guru] dari Ibnu Khuzaimah dimana Ibnu Khuzaimah menyebutnya Syaikh Al Faqih Al Imam dan menyatakan hadisnya shahih. Hadis ini juga disebutkan Al Hakim dalam Al Mustadrak no 1706 dengan jalan sanad dari Ahmad bin Haazim Al Ghifari dan Ali bin Muslim keduanya dari Khalid bin Makhlad dari Ali bin Mushir dari Maisarah bin Habib dari Minhal bin ‘Amru dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas. [mungkin disini terjadi tashif dalam sanad Al Hakim yang benar bukan Ali bin Mushir tetapi Ali bin Shalih]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penjelasan Singkat Hadis</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Atsar Ibnu Abbas ini mengabarkan kepada kita situasi yang terjadi di zaman pemerintahan Mu’awiyah. Tampak bahwa pada masa itu terdapat orang-orang yang takut kepada Muawiyah sehingga mereka enggan bertalbiyah padahal itu termasuk sunnah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Dari riwayat ini maka kita dapat memahami bahwa Mu’awiyah telah melarang orang-orang untuk bertalbiyah di arafah dengan maksud menyelisihi Imam Ali yang teguh melaksanakan sunnah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam]. Jadi wajarlah kalau orang-orang tersebut takut kepada Muawiyah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sikap Muawiyah dan para pengikutnya inilah yang diingkari oleh Ibnu Abbas dimana Ibnu Abbas menyebutnya sebagai “meninggalkan sunnah karena kebencian terhadap Imam Ali”. Hal yang seperti ini memang patut diingkari dan menunjukkan kepada kita bahwa memang Muawiyah dan pengikutnya konsisten untuk menunjukkan kebencian kepada Ahlul Bait sampai-sampai mereka rela meninggalkan sunnah Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] dan melarang orang melakukannya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Salam Damai</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><a href="http://secondprince.wordpress.com/">j.algar</a></div>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-27146368873137888982011-03-08T17:05:00.001+07:002011-10-08T12:12:45.864+07:00Fatwa Persatuan Ayatullah Ali As-Sistani<div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiflp6j-ZjiWUX39E0an3MvTHStY7A1M7qlltDVb8MoUfAU-9qBw8P0wPjHYX8ftFI4rmLS1EJ0MpdkhgPBCjqsGbKhiF5pchRbK55omTq6EdTJplQ0dpwbuylXjUH8Ucpe4iaXQYmW7gqj/s1600/sistani.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiflp6j-ZjiWUX39E0an3MvTHStY7A1M7qlltDVb8MoUfAU-9qBw8P0wPjHYX8ftFI4rmLS1EJ0MpdkhgPBCjqsGbKhiF5pchRbK55omTq6EdTJplQ0dpwbuylXjUH8Ucpe4iaXQYmW7gqj/s200/sistani.jpg" width="183" /></a></div><b>Fatwa Persatuan Ayatullah Ali As-Sistani</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanya:</div><div style="text-align: justify;">Apakah orang yang melafalkan dua kalimat syahadat, melaksanakan salatnya dengan menghadap ke arah kiblat (Mekkah) dan ia adalah pengikut salah satu dari delapan mazhab Islam yang terdiri dari Hanafi, Syafii, Maliki, Hambali, Ja’fariah, Zaidiah, Ibadiah dan Zahiriah, dianggap sebagai seorang muslim? Apakah darah, kehormatan, dan hartanya mendapat perlindungan?</div><br />
<div style="text-align: justify;">Jawab:</div><div style="text-align: justify;">Siapa pun yang mengucapkan dua kalimat syahadat atas nama Allah Yang Mahakuasa, tidak melakukan suatu perbuatan yang berlawanan dengannya dan siapapun yang bukan musuh ahlulbait adalah seorang muslim.</div><br />
[<b>Penerjemah:</b> <a href="http://wp.me/PyhQ9-9" target="_blank">Ali Reza Aljufri</a>]duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-52945876376612131402011-03-08T16:59:00.000+07:002011-03-08T16:59:46.920+07:00Fatwa Ayatullah Sayid Husain Fadhlullah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1rQdd3QRMVst8R_UmYpVz5CBJ8Znotm6i9cluvdYwXop3qwvFj9LtqjeC0iy67mVBQA_0KmuEXe2vJYjbfG1f7rFirU4rNnP_kN4vL7JUfwxDXNC8KHt-10JpSWtxCNFzqnzMB3717KRj/s1600/syedhusain+fahlullah.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="178" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1rQdd3QRMVst8R_UmYpVz5CBJ8Znotm6i9cluvdYwXop3qwvFj9LtqjeC0iy67mVBQA_0KmuEXe2vJYjbfG1f7rFirU4rNnP_kN4vL7JUfwxDXNC8KHt-10JpSWtxCNFzqnzMB3717KRj/s200/syedhusain+fahlullah.jpg" width="200" /></a></div><div style="text-align: justify;"><b>Fatwa Ayatullah Sayid Husain Fadhlullah</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Islam, dengan semua kebutuhan teologi yang ditemukan dalam Alquran Alkarim, dapat disimpulkan dalam <i>syahadatain</i> [dua kalimat syahadat]. Setiap individu yang menerima <i>syahadatain </i>adalah muslim. Dia berhak atas semua hak yang dilekatkan pada semua muslim, dan dia diwajibkan untuk melaksanakan seluruh kewajiban [sebagai seorang] muslim. Selain itu, penolakan terhadap aspek-aspek penting agama tidak membuat seseorang menjadi keluar dari agama kecuali jika individu tersebut mengetahui konsekuensi dari penolakannya adalah menolak Nabi saw. Allah Swt.—yang karena topik yang jelas adalah kasus yang sering muncul.</div><div style="text-align: justify;"></div><a name='more'></a>Namun, perbedaan pendapat dalam masalah-masalah teori yang banyak ulama miliki—yang mungkin disebabkan perbedaan pendapat dalam hal keandalan periwayat, atau makna sebuah hadis, atau beberapa hal lain yang menyebabkan perselisihan yang menjadi basis perbedaan—tidak menyebabkan keluarnya seseorang dari agama.<br />
<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam pandangan ini, kami memiliki pendapat bahwa seluruh muslim dan pengikut mazhab tergolong dalam umat Islam. Karena itu, tidaklah diperbolehkan untuk menyatakan kafir pada mereka dengan alasan apapun. Selain itu, segala perbedaan di antara mereka yang diselesaikan dengan bijak melalui diskusi intelektual dan logis dan melalui bimbingan Alquran yang suci.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><i>“…Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul…”</i> (QS. 4: 59) [<b>Penerjemah:</b> <a href="http://wp.me/PyhQ9-9" target="_blank">Ali Reza Aljufri</a>]</div>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-60482077894280604542011-03-08T16:53:00.000+07:002011-03-08T16:54:25.238+07:00Fatwa Persatuan Ayatullah Al-Uzhma Ali Khamenei<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigdTXGZy_uuIOKqhs-3Epi7hTziSBASr18JzkjKW171LAYEJL3119PctNJjXONWv89lqzwpTijTArc8RsPLtXwroZQZOohJcsme3ItuukZz5UmjFpnEWTt2ikqrRdKEGHk0x6YgOiaviP_/s1600/20080315_1389233981_khamenei004.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigdTXGZy_uuIOKqhs-3Epi7hTziSBASr18JzkjKW171LAYEJL3119PctNJjXONWv89lqzwpTijTArc8RsPLtXwroZQZOohJcsme3ItuukZz5UmjFpnEWTt2ikqrRdKEGHk0x6YgOiaviP_/s200/20080315_1389233981_khamenei004.jpg" width="150" /></a></div><div style="text-align: justify;"><b>Fatwa Persatuan Ayatullah Al-Uzhma Ali Khamenei</b></div><div style="text-align: justify;"><b>Tanya:</b></div><div style="text-align: justify;">Mengingat berbagai alasan kuat untuk mengharuskan persatuan di antara umat muslim, apa pendapat Yang Mulia mengenai pengikut berbagai mazhab Islam—seperti mazhab yang empat ahlusunah, Zaidiah, Zahiri, Ibadhi, dan lainnya yang meyakini prinsip-prinsip agama yang jelas—dalam umat Islam? </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Apakah diperbolehkan menganggap kafir kepada mazhab yang disebutkan di atas atau tidak? Selain itu, apa saja batasan <i>takfir </i>[pengkafiran] di masa dan era kini? </div><div style="text-align: justify;"><a name='more'></a><br />
</div><div style="text-align: justify;"><b>Jawab:</b></div><div style="text-align: justify;">Semua mazhab Islam adalah tergolong umat Islam dan memiliki akses atas seluruh keuntungan yang diberikan oleh Islam. Selain itu, perpecahan di antara kelompok umat muslim, tidak hanya bertentangan dengan ajaran Alquran yang mulia dan sunah Nabi saw., tapi juga mengakibatkan lemahnya umat muslim dan beralihnya urusan mereka pada musuh-musuh Islam. Oleh karena itu, pembagian semacam itu tidak diboleh untuk alasan apapun.</div>[<b>Penerjemah:</b> <a href="http://ejajufri.wordpress.com/author/ejajufri/" target="_blank">Ali Reza Aljufri</a>]duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-53099439336100177642011-03-08T16:48:00.000+07:002011-03-08T16:49:02.522+07:00Fatwa Sunni Syiah Syekh Ali Jum’ah<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhU4w9_2YHBM2OZUXJhuOkUtMcpj6Q3sQpJeqFUlYrqHX0_PF8YZ6WoaKQrdhHVe7H-a9FAtkasCJY0C9VMlsH7MTSPvBaL7kZabBIBWdvreuiuNLzEvf_hQjMexgjfzWDY3IPiD2-czLkS/s1600/Syeikh+Dr+Ali+Jum%2527ah.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhU4w9_2YHBM2OZUXJhuOkUtMcpj6Q3sQpJeqFUlYrqHX0_PF8YZ6WoaKQrdhHVe7H-a9FAtkasCJY0C9VMlsH7MTSPvBaL7kZabBIBWdvreuiuNLzEvf_hQjMexgjfzWDY3IPiD2-czLkS/s200/Syeikh+Dr+Ali+Jum%2527ah.jpg" width="200" /></a></div><b>Fatwa Sunni Syiah Syekh Ali Jum’ah</b><br />
<div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ada sebuah kelompok di luar sana yang bekerja keras untuk mempertegang hubungan antara syiah dan suni, untuk memecah persatuan muslim, yang dengan melakukan hal itu mereka dapat meraih tujuan mereka sendiri. Karena alasan ini, dengan dikeluarkannya fatwa saya, saya menyatakan kebolehan untuk beribadah menurut fikih syiah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kita harus akui bahwa syiah, di negara ini, cukup maju. Karena alasan ini, kita dapat bekerja sama dengan mereka karena selama ini syiah dan suni memiliki satu kiblat, tidak ada perbedaan di antara mereka. Sejak awal sejarah kita, syiah selalu menjadi bagian tak terpisahkan dalam umat Islam.</div><div style="text-align: justify;"><a name='more'></a><br />
</div><div style="text-align: justify;">Para pengikut mazhab syiah sangat maju, tapi ada segelintir individu yang dengan tujuan menciptakan perbedaan, membuat kitab-kitab mereka (syiah) menjadi usang, dan demikian mengeluarkan beberapa topik yang dapat menimbulkan sikap emosi dan perpecahan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Beberapa organisasi politik, yang didukung dan dilindungi oleh Wahabi, berusaha mengumpulkan seluruh kekuatan mereka untuk menghambat hubungan antara mazhab syiah dan suni.</div><div style="text-align: justify;"></div><br />
<a href="http://ejajufri.wordpress.com/">Dahulukan Islam Diatas Mazhab</a>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-84474174179133724292011-03-08T16:41:00.000+07:002011-03-08T16:41:56.181+07:00Fatwa Mufti Agung Mesir, Nasr Farid Wasil<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLtErhpa3V9NMOftLMSnrzbhyMYfgTFcrOwXKwfCuK2XNLYv_MLOwpGAul7uJs4QmikJRyK-ue_MOa0vdEyn9iQeIqOt7NZd-vKg6NnaUm4srSYQEnoZzX_0c-kW1vM-Br6jTlbGXf6wI0/s1600/nasr+walid.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLtErhpa3V9NMOftLMSnrzbhyMYfgTFcrOwXKwfCuK2XNLYv_MLOwpGAul7uJs4QmikJRyK-ue_MOa0vdEyn9iQeIqOt7NZd-vKg6NnaUm4srSYQEnoZzX_0c-kW1vM-Br6jTlbGXf6wI0/s200/nasr+walid.jpg" width="200" /></a></div><b>Fatwa Mufti Agung Mesir, Nasr Farid Wasil</b><br />
<div style="text-align: justify;">Tanya:</div><div style="text-align: justify;">Bagaimanakah pendapat Anda mengenai orang yang bertaklid kepada Imam ahlulbait as.?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jawab:</div><div style="text-align: justify;">Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sudah maklum bahwa setiap muslim yang beriman kepada Allah Swt., bersyahadat atas monoteisme (tauhid), mengakui misi Nabi Muhammad saw., tidak menyangkal perintah-perintah agama dan orang yang dengan sepenuhnya sadar akan rukun-rukun Islam dan salat dengan tata cara yang benar, maka niscaya juga tepat baginya sebagai imam salat jamaah bagi yang lain dan juga mengikuti imamah orang lain ketika melakukan salat sehari-hari meskipun ada perbedaan-perbedaan (paham) keagamaan di antara imam dan makmumnya. Prinsip ini pun berlaku bagi syiah ahlulbait as.</div><div style="text-align: justify;"><a name='more'></a><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kita bersama mereka (syiah ahlulbait) menyangkut Allah, Rasulullah saw., ahlulbait as, juga para sahabat Nabi Muhammad saw.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tidak ada perbedaan di antara kita dan mereka menyangkut prinsip-prinsip dan dasar-dasar syariah Islam juga kewajiban-kewajiban desisif agama.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ketika Allah Swt. memberikan rahmat-Nya kepada kami sehingga bisa hadir di Republik Islam Iran di kota-kota seperti Tehran dan Qom. Ketika kami menjadi imam salat berjemaah mereka bermakmum kepada kami, begitu juga ketika mereka menjadi imam kami bermakmum kepada mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena itu, kami memohon kepada Allah Swt. untuk melahirkan persatuan di antara umat Islam, menghapus setiap permusuhan, kesulitan, perbedaan di antara mereka dan mengangkat kesulitan-kesulian yang ada di antara mereka sekaitan dengan fikih dan kewajiban-kewajiban agama yang sekunder.</div><br />
<a href="http://ejajufri.wordpress.com/">Dahulukan Islam Diatas Mazhab</a>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-84815596436328987462011-03-08T16:35:00.000+07:002011-03-08T16:35:41.359+07:00Fatwa Syekh Universitas Al-Azhar, Mahmud Syaltut<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgevVHq0_ndpY2XO2XeMmypBouZEwA2r5txGtHz5Soep4vbC7v_XCJFtRcC13CCp5r2F3IvRsZEWQu2lYZF5-qgLvNvRk9dpWVF5G2R5WSDEQHCKSa3TS3kQIu4Vc0OBEWGL65U3o0_BIP_/s1600/fatwamahmud-syaltut.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgevVHq0_ndpY2XO2XeMmypBouZEwA2r5txGtHz5Soep4vbC7v_XCJFtRcC13CCp5r2F3IvRsZEWQu2lYZF5-qgLvNvRk9dpWVF5G2R5WSDEQHCKSa3TS3kQIu4Vc0OBEWGL65U3o0_BIP_/s200/fatwamahmud-syaltut.jpg" width="125" /></a></div><div style="text-align: justify;"><b>Fatwa Syekh Universitas Al-Azhar, Mahmud Syaltut</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kantor Pusat Universitas al-Azhar</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Teks Fatwa yang dikeluarkan Yang Mulia Syaikh Al-Akbar Mahmud Syaltut, Rektor Universitas Al-Azhar tentang Kebolehan Mengikuti Mazhab Syiah Imamiah</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanya:</div><div style="text-align: justify;">Yang Mulia, sebagian orang percaya bahwa penting bagi seorang muslim untuk mengikuti salah satu dari empat mazhab yang terkenal agar ibadah dan muamalahnya benar secara syar’i, sementara syiah imamiah bukan salah satu dari empat mazhab tersebut, begitu juga syiah Zaidiah. Apakah Yang Mulia setuju dengan pendapat ini dan melarang mengikuti mazhab syiah imamiah itsna asyariyah misalnya?</div><div style="text-align: justify;"><a name='more'></a><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jawab:</div><div style="text-align: justify;">1. Islam tidak menuntut seorang muslim untuk mengikuti salah satu mazhab tertentu. Sebaliknya, kami katakan: setiap muslim punya hak mengikuti salah satu mazhab yang telah diriwayatkan secara sahih dan fatwa-fatwanya telah dibukukan. Setiap orang yang mengikuti mazhab-mazhab tersebut bisa berpindah ke mazhab lain, dan bukan sebuah tindakan kriminal baginya untuk melakukan demikian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Mazhab Ja’fari, yang juga dikenal sebagai syiah imamiyah itsna asyariyah (Syiah Dua Belas Imam) adalah mazhab yang secara agama benar untuk diikuti dalam ibadah sebagaimana mazhab suni lainnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Kaum muslim mestinya mengetahui hal ini, dan seyogianya menghindarkan diri dari prasangka buruk terhadap mazhab tertentu mana pun, karena agama Allah dan syariahnya tidak pernah dibatasi pada mazhab tertentu. Para mujtahid mereka diterima oleh Allah Yang Mahakuasa, dan dibolehkan bagi yang bukan-mujtahid untuk mengikuti mereka dan menyepakati ajaran mereka baik dalam hal ibadah maupun transaksi (muamalah).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tertanda,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Mahmud Syaltut</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Fatwa di atas dikeluarkan pada 6 Juli 1959 dari Rektor Universitas al-Azhar dan selanjutnya dipublikasikan di berbagai penerbitan di Timur Tengah yang mencakup, tetapi tidak terbatas hanya pada:</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Surat kabar Ash-Sha’ab (Mesir), terbitan 7 Juli 1959.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Surat kabar Al-Kifah (Lebanon), terbitan 8 Juli 1959.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bagian di atas juga dapat ditemukan dalam buku Inquiries About Islam oleh Muhammad Jawad Chirri, Direktur Pusat Islam Amerika (Islamic Center of America), 1986, Detroit, Michigan.</div><br />
<a href="http://ejajufri.wordpress.com/">Dahulukan Islam Diatas Mazhab</a>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-16835125194576351422011-03-08T15:37:00.000+07:002011-03-08T16:34:16.205+07:00Fatwa Mufti Agung Suriah, Syekh Ahmad Kuftaro<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzu6XxMaQXmUPOBQCy6d_bDt6-6o-sIQEk6YbDmAV9nFTFYAJMuWg6ivvduv4S826XIkRLexI66jElsLinUA_RZg6BqgXS7mWlM5al8becYqjCG7g_gHbPD3aWLS7Et1hJTAf0IFjp6Aso/s1600/kaftaro0.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="95" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzu6XxMaQXmUPOBQCy6d_bDt6-6o-sIQEk6YbDmAV9nFTFYAJMuWg6ivvduv4S826XIkRLexI66jElsLinUA_RZg6BqgXS7mWlM5al8becYqjCG7g_gHbPD3aWLS7Et1hJTAf0IFjp6Aso/s320/kaftaro0.jpg" width="80" /></a></div><div style="text-align: justify;"><b>Fatwa Mufti Agung Suriah, Syekh Ahmad Kuftaro</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanya:</div><div style="text-align: justify;">Apakah mazhab-mazhab seperti Zaidi, Ja’fari, dan Ibadiah adalah mazhab-mazhab Islam?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jawab:</div><div style="text-align: justify;">Membatasi fikih Islam hanya kepada Alquran suci dan sunah adalah kelalaian terhadap agama Islam dan ini telah menjadikan agama yang benar ini suatu agama yang berpandangan picik yang terbatas pada target kecil yang tidak mampu merespon berbagai keinginan manusia dan persoalan-persoalan kehidupan.</div><a name='more'></a><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sudut pandang mazhab-mazhab ini dalam cabang-cabang fikih berbeda. Meskipun demikian, mazhab-mazhab fikih ini berjalan di atas prinsip-prinsip Islam dan begitu juga di dalam prinsip-prinsip yang dapat diperdebatkan, perbedaan-perbedaan yang ada di antara para fukaha menyangkut cabang-cabang dari mazhab Islam adalah untuk memudahkan orang-orang dan menghilangkan berbagai kesulitan mereka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena itu, dengan mempertimbangkan fakta-fakta ini, mengikuti (bertaklid) kepada salah satu mazhab-mazhab diizinkan sekalipun itu mengharuskan ia mengarah ke eklektisisme karena mazhab Maliki dan sekelompok mazhab Hanafi secara tepat mempunyai fatwanya. Dengan demikian, beramal yang didasarkan pada mazhab-mazhab Islam yang termudah atau bertaklid pada perintah-perintah termudah ketika itu mengharuskannya dan layak diizinkan, karena agama Tuhan adalah mudah, bukan agama yang sulit.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Misalnya, Allah SWT berfirman: “Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Mâidah: 3)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena itu, mazhab Zaidi digolongkan sebagai salah satu mazhab Islam termulia terutama sekali ketika buku yang ditulis oleh Imam Yahya bin Murtadha berjudul Al-Bahr Azh-Zhakhar Al-Jamâ, suatu ensiklopedi fikih di dalamnya tidak ada perbedaan apa pun dengan fikih dari ahlusunah kecuali mereka mempunyai perbedaan-perbedaan parsial di dalam isu-isu seperti ketidaksahan mengusap kepala atau kaki dengan ujung jari-ujung jari yang basah ketika berwudhu juga pemboikotan atas pembantaian oleh non-muslim.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Syiah Imamiah adalah mazhab Islam yang paling dekat kepada mazhab Imam Syafii. Perbedaan fikihnya dengan fikih ahlusunah hanya terkait pada tujuh belas permasalahan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Demikian juga mazhab Ibadiah adalah mazhab yang paling dekat kepada mazhab ahluljemaah (suni) menyangkut pendapat tersebut karena perintah-perintah fikih dari para pengikutnya diturunkan berdasarkan Alquran, sunah, ijmak, dan kias (qiyâs).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena alasan–alasan di atas, perbedaan-perbedaan yang ada di antara para fukaha seharusnya tidak boleh dianggap sebagai tidak lazim karena agama itu dinilai sebagai realitas yang satu dan unik. Lagi pula, sumber dan asal-muasal agama semata-mata Wahyu Ilahi.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tidak pernah terdengar bahwa perbedaan-perbedaan yang ada di antara mazhab-mazhab fikih telah memicu pertikaian atau konflik bersenjata di antara para pengikut mazhab. Semua itu karena perbedaan-perbedaan yang ada di antara mazhab-mazhab Islam berkenaan dengan fikih ilmiah dan ijtihad bersifat parsial, dan menurut Nabi Islam saw., “Karena keputusan ijtihadnya, fakih menerima pahalanya. Jika ijtihadnya sesuai, dua pahala untuknya. Jika tidak sesuai, tetap ada satu pahala untuknya.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dengan demikian, tidaklah tepat menisbatkan sesuatu apa pun kepada mazhab-mazhab Islam kecuali jika di dalam kerangka ini. Mazhab-mazhab yang disebutkan adalah mazhab-mazhab Islam dan fikih mereka terhormat juga didukung.</div><div style="text-align: justify;"></div><br />
<a href="http://ejajufri.wordpress.com/">Dahulukan Islam Diatas Mazhab</a>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-55382438512535405922011-03-08T14:32:00.000+07:002011-03-08T15:37:15.709+07:00Fatwa Sunni Syiah Syekh Universitas Al-Azhar, Muhammad Tanthawi<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhd-ZlfmAC22a8o8WF5kOvf3dS_pHDCk8nzBy4axQ0fRvomKj93obAsLKEBNDim4tpUxgxtrSrXHau1OXaBIYoJHuenNg-Fw9FqfGEhOBsvEBTEeWkSKzA7b_M6A7WzMdGcEzn0mm5rH1ZG/s1600/tantawi.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="95" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhd-ZlfmAC22a8o8WF5kOvf3dS_pHDCk8nzBy4axQ0fRvomKj93obAsLKEBNDim4tpUxgxtrSrXHau1OXaBIYoJHuenNg-Fw9FqfGEhOBsvEBTEeWkSKzA7b_M6A7WzMdGcEzn0mm5rH1ZG/s320/tantawi.jpg" width="65" /></a></div><div style="text-align: justify;"><b>Fatwa Sunni Syiah Syekh Universitas Al-Azhar, Muhammad Tanthawi</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanya:</div><div style="text-align: justify;">Apakah dibolehkan untuk menganggap sebuah mazhab Islam, yang tidak termasuk mazhab ahlusunah (suni), sebagai salah satu mazhab yang berafiliasi ke Islam murni? Atau, dengan kata lain, apakah diperbolehkan untuk menganggap seseorang sebagai seorang muslim di luar empat mazhab ahlusunah yang terkenal yang mengikuti salah satu mazhab Islam seperti Zahiri, Ja’fari, Zaidi, atau Ibadiah?</div><div style="text-align: justify;"><a name='more'></a>Jawab:</div><div style="text-align: justify;">Islam murni telah disampaikan oleh Nabi Islam saw. kepada kita sebagaimana telah dinyatakan dalam ucapan-ucapan beliau dalam Kutub As-Sittah (enam kita koleksi hadis yang dianggap sahih oleh ahlusunah) yang mengutip hadis Jibril: Nabi saw. berkata, “Barang siapa yang beriman kepada tiada tuhan selain Allah Azza wa Jalla, Muhammad saw. sebagai utusan suci-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan melaksanakan ibadah haji ketika ia mampu, maka ia adalah seorang muslim.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Demikian juga telah dinukil oleh Abdullah bin Umar ra. yang berkata bahwa Nabi saw. menyatakan bahwa Islam didirikan atas lima dasar: kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah, Muhammad saw. adalah rasul-Nya, mendirikan salat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji, berpuasa di bulan Ramadan.” Dengan demikian, setiap manusia (baik ia lelaki maupun perempuan) yang memberi kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah, Muhammad adalah rasul (utusan Allah), dan ia mengakui lima dasar tersebut serta melakukan kelima-limanya dan jika ada perbedaan pada cabang-cabang bukan di ushul, maka kita hanya bisa mengatakan bahwa para pengikut mazhab-mazhab Islam ini sebagai muslim.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Syariah suci Islam memerintahkan para pemeluknya untuk berfatwa berdasarkan apa yang tampak dari orang-orang tersebut karena hanya Allah Yang Mahakuasa yang mengetahui akal pikiran umat manusia.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Telah disebutkan dalam hadis mulia Nabi Muhammad saw., “Aku telah diperintahkan untuk mengadili manusia secara zahir tetapi hanya Allah Azza wa Jalla yang mengetahui pikiran seseorang.”</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Penting untung disebutkan bahwa perbedaan-perbedaan tersebut yang ada di antara mazhab-mazhab Islam sekarang diajarkan di Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar. Perbedaan-perbedaan ini diterangkan secara rinci karena kita tahu bahwa perbedaan-perbedaan tersebut adalah masalah yang absah adanya mengingat perbedaan-perbedaan tersebut terdapat pada topik-topik cabang, bukan pada ushul.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Tanya: Apakah pengertian takfir?</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jawab: Takfir artinya seseorang menyifati orang lain sifat kafir yang tidak diperbolehkan kecuali jika orang yang dikafirkan tersebut menolak kebolehan menyembah Allah dengan niat baik. Juga ia menolak keimanan pada malaikat, kitab-kitab suci, para nabi, dan hari kiamat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Allah Swt. berfirman, Rasul telah beriman kepada Alquran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya…” (QS. Al-Baqarah: 285)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Juga firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: ‘Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)’, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (QS. An-Nisa: 150- 151)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Karena Allah Swt. memerintahkan: Tidak boleh ada pengafiran kepada orang-orang yang saleh juga para pengikut salah satu mazhab Islam, yang seluruh mazhab tersebut memiliki kesepakatan dalam kebolehan dalam niat baik atas ketaatan kepada Allah, keimanan pada para malaikat dan kitab-kitab suci, para nabi, dan hari akhirat juga kepada orang-orang yang beriman pada penerimaan pelaksanaan kewajiban-kewajiban yang Allah telah perintahkan kepada kita meliputi salat, zakat, puasa, dan haji (bagi mereka yang mampu) juga pada penerimaan kebaikan-kebaikan etis seperti ketulusan, amanah, kesucian, dan amar makruf nahi mungkar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Nabi saw. secara keras memperingatkan orang-orang yang mengafirkan kaum muslim berdasarkan pada apa yang telah dikutip oleh Ibnu Umar, Ibnu Masud, dan Abu Dzar dalam kitab-kitab sahih.</div><br />
<a href="http://ejajufri.wordpress.com/">Dahulukan Islam Diatas Mazhab</a>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-6439286317980886993.post-990199580310708282011-03-05T13:13:00.001+07:002011-03-08T16:31:26.484+07:00MuqaddimahAlhamdulillahi Rabbil-'Aaalamiin,..<br />
Was-Sholaatu ma'a as-Salaam 'Ala Rasulillah Sayyidina Muhammad ibni 'abdillah Wa 'Alaa Aaalihi at-Thoyyibiina at-Thoohiriin, wa Ashaabihil Mayaamin al-Muntajabiin...<br />
<br />
Assalamu'alaikum waRahmatullahi waBarakaatuhu...<br />
<a name='more'></a><br />
selamat datang duhai saudara-saudara Muslimin,..baik bermazhab Sunni maupun Syi'ah...<br />
<br />
Blog ini di buat dengan i'tikad baik, yaitu menjalin Ukhuwwah Islaamiyyah dengan tujuan untuk menjembatani isu-isu penting antara Mazhab Sunni dengan Mazhab Syi'ah...<br />
<br />
Dengan harapan terjalin sebuah jalan Rekonsiliasi damai, antara Mazhab Sunni dan Syiah,..<br />
<br />
Dalam Group ini,..mari kita berdiskusi - dialog dengan Wajah yang lembut,.. tidak saling mengkafirkan,.. tidak saling mencela ataupun mengejek... dialog dengan tetap mengedepankan Akhlaq,.. yaitu tetap menghormati dan menjaga etika akhlaq diskusi yang sehat.<br />
<br />
Berhujjah, berargumentasi dengan dalil-dalil Naqliyyah bersumber al-Qur'an dan al-Hadits dan juga bersandar pada Hujjah 'aqliyyah, berdasarkan logika sehat, menurut kaidah Ushuuliyyah, baik ushuulut-Tafsiir, Ushuulul-Hadits, dan keilmuwan Islam lainya.<br />
<br />
SEMOGA UPAYA PENDEKATAN MAZHAB (TAQREEB BAYNAL MADZAAHIB) AKAN TERCIPTA DENGAN PERLAHAN DAN LEMBUT...<br />
<br />
SUNNI adalah Muslim...<br />
<br />
begitu pula<br />
<br />
SYI'AH juga Muslim...<br />
<br />
walaikum salam warahmatullahi wa Barakaatuhu...<br />
<a href="http://dialogsunni-syiah.blogspot.com/"><br />
Dialog Sunni Syiah</a>duldulhttp://www.blogger.com/profile/16456972548861326857noreply@blogger.com